Friday, December 05, 2008

Yang Terbang Terhapus hujan













Dia..
Yang tak pernah ku kenal
Tak pernah ku tahu
Tak pernah ku lihat
Tak pernah ku dengar
Tak pernah terbayangkan

Dia..
Adalah rahasia yang belum terkuak
Adalah maya jiwa yang tak nampak
Adalah desiran angin yang menyapa namun tak terjawab
Adalah partikel yang terbang terhapus hujan
Adalah energi yang menghilang mengawang

Lalu..
Biarlah jemari-jemari kecil itu menjadi kenangan..

Dia..
Yang terbang terhapus hujan

Ciangsana, 05 Des 2008
Saat belajarku berproses lagi

Tuesday, December 02, 2008

Hari yang Indah

Ciangsana, 02 Desember 2008

Pagi ini ketika membuka gorden jendela kamar, ku lihat pemandangan indah terhampar di hadapan. Sebuah gunung berdiri megah. Layaknya teman yang senantiasa setia menyapa pagi demi pagiku yang syahdu. Sepertiga malam, setelah lail, tilawah dan shubuh, pagi adalah sesosok hadiah terindah yang Allah berikan. Rutinitas demi rutinitas yang melelahkan, di bayar dengan kedamaian jiwa lewat megahnya alam pagi hasil kreasi Sang Pencipta. Bahagianya hati ini masih bisa memandang hamparan pemandangan indah.

Burung bernyanyi-nyanyi riang, saling bersahut-sahutan. Beberapa ekor kupu-kupu terbang menari-nari di bunga three color dan Air brush di taman depan rumah. Wangi pagi sehabis hujan semalam, semakin menyemarakkan aroma bumi tersapu hujan. Hmm... ku tarik nafas dalam-dalam, sembari mensyukuri nikmat pagi yang Allah berikan dengan senyum terkembang. Alhamdulillah... Allahu Akbar...

15 menit kemudian, siap ku langkahkan kaki menuju kuda besi. Ku pacu kuda besi dengan kecepatan rendah, menuruni tebing blok SB2 Villa 5. Di ufuk timur, nampak mentari tersenyum sembari memamerkan pancaran cahaya yang menyilaukan mata. Rutinitas lain dipagiku, menyapa sang mentari. "Pagi mentari...", sapaku padanya yang tetap saja mengawang di angkasa setiap hari. "Pagi Fithri..." balasnya. Jangan heran bin bingung, saya terbiasa mengajak serta penghuni alam bercengkrama.

Di awali dari pagi. Kehidupan dimulai. Lembaran baru pun kembali diisi. Tulisan-tulisan dari "pena kepribadian" pun mulai terangkai kembali. Ku sapa setumpuk buku-buku di meja kamar. Dari buku-buku tipis, hingga yang tebal. Ngomong-ngomong, hutang baca saya banyak sekali, beli buku tp lom khatam-khatam juga hehehe. Buku-buku itu seperti menagih hutang saja. Oh ya, buku yang sedang saya baca sekarang, "Khadijah, The True Love Story of Muhammad" dan temannya "Di Jalan Dakwah Aku Menikah". Cyeeeeee... Kenapa saya sebut temannya?? karena kedua buku itu warnanya sama-sama pink. Kompak!. Buku kedua itu saya baca ulang, karena dulu sudah pernah baca. Yang sekarang di tangan adalah revisinya. Ust. Cahyadi, Thank's untuk ilmunya :).

Kemudian menyapa si kuda besi yang baik hati karena selalu setia menemani saya berkelana kesana-kemari. Lalu menyapa sang Gunung yang sering muncul di balik jendela kamar. Jika cuaca cerah, jika mendung dia tersenyum malu-malu bersembunyi di balik kabut. Selanjutnya menyapa sang mentari pagi - sahabat pagiku yang tak segan menyinari seisi bumi. Menyapa Bella, Jo dan William, tetangga sebelah. Menyapa satpam clusther Kasuari dan orang-orang yang ku kenal. Menyapa pepohonan, embun pagi di dedaunan, seisi alam berhiaskan bunga-bunga nan cantik, awan yang berarak dll.

Hari ini, jam 13.00 ba'da zhuhur hujan kembali membasahi bumi setelah cuaca panas seharian. Kebiasaanku, memperhatikan hujan. Dari kaca jendela ruang komputer sekolah tempatku bekerja, ku lepas pandang keluar. Kala itu hujan turun dengan derasnya. Alam pun nampak tetap menyambut akrab sang hujan. Seperti sepasang sahabat lama yang saling melepas rindu. Selalu sama. Ketika hujan, alam selalu menyambutnya dengan suka cita. Seluruh partikel bumi nampak bersuka ria. Basah ranting-ranting pepohonan. Dedaunan yang menghijau cerah tersapu hujan. Pepohonan, bunga-bungaan, rerumputan, penduduk bumi, semuanya merunduk bertasbih mensyukuri nikmat Allah yang bernama hujan. Subhanallah...

Usai mengetik tugas-tugas persiaan Ulangan Umum, Qurban dan Baksos di komputer 13 segera ku ayunkan langkah ke kelas langit untuk bersiap-siap menuju Legenda Wisata Cibubur. Sebuah perumahan elit tempatku mengisi jadwal private matematika dengan salah seorang siswa IGM yang tinggal di kawasan Mozart. Ku pacu kuda besiku lebih cepat agar tak terlambat karena jarak yang ku tempuh cukup jauh, 7 km kurang lebih. Selama perjalanan ku pandangi alam indah sepanjang jalan. Jalur perjalananku menuju Legenda Wisata melewati Kota Wisata, sebuah perumahan elit yang juga terletak di kawasan Cibubur. Kedua perumahan elit ini bergaya Amrik. Tata letak perumahan dan taman-tamannya benar-benar asri. Pepohonan rindang di sisi kiri kanan nampak berbaris rapi. Dari Kota Wisata inilah, aku bisa melihat barisan pegunungan yang berdiri kokoh. Gugusan bukit-bukit kecil yang mengapit sebuah gunung yang menjulang tinggi. Megah, indah ciptaan Allah. Damai terasa, bahagia jiwa menatap hamparan indah ciptaan Yang Kuasa. Allahu Akbar.... Hal inilah yang paling kusukai dari tiap perjalananku menuju Legenda Wisata. Sesuatu yang sangat sulit ke temukan jika berada di tengah perkotaan, seperti Palembang atau Jakarta.

Saat ini, tiada hal lain yang harus di kufuri dari segala nikmat yang Allah beri. Bahkan semuanya harus disyukuri. Meski hati terus merintih, cercaan dan hinaan terus menghantam diri dari orang-orang yang kurang memahami agama, orang-orang yang merasa telah hebat, telah pintar. Ya... mereka sebenarnya adalah orang-orang yang patut dikasihani. Manusia-manusia yang berjiwa kerdil. Jika saja mereka menyadari bahwa setiap detik itu di hisab, jika saja mereka bisa menyadari bahwa bisa jadi detik itu adalah detik terakhir kehidupan, nafas terakhir. Jika saja mereka mengerti bahwa kematian itu kapan saja bisa menghampiri. Jika saja mereka bisa mendalami makna hakikat penghambaan diri, mereka pasti bisa berubah. Minimal menjadi lebih rendah hati dan tawadhu'. Semoga saja, ya... semoga saja aku bisa segera keluar dari "lingkaran abu-abu dan air keruh" itu. Amiin..

Ya Allah Yang Maha Kuat,
Hanya kepada-Mu hamba memohon kekuatan
Hanya Engkaulah Yang Maha Memberi dan Melepas nikmat
Karuniakanlah kepadaku nikmat yang luas,
Yaitu nikmat tuk semakin mengenal-Mu,
nikmat tuk semakin mencintai-Mu
dan nikmat tuk terus mensyukuri nikmat-Mu.
Amiin...


Thursday, November 20, 2008

Meretas Jalan Ke Surga (2)

Ar Ruhbanum fillail, Wal Fursanum Finnahaar

Penghuni-penghuni surga itu, mereka bagaikan rahib-rahib yang khusyuk di malam hari, dan penunggang kuda yang perkasa di siang hari. Mereka menunaikan amanahnya dengan perangkat muwashofat yang teratur. Mereka tidak lemah dengan celaan orang-orang yang mencela. Cukuplah kesalahan dan aib yang dilakukannya, menyibukkan dan memeras air matanya dalam beribadah.

Kapankah kiranya, lahir kesadaran bagi kita untuk kembali menghadirkan profil-profil mereka hari ini. Kita yang memperkenalkan diri sebagai aktivis dakwah. Kita yang menilai diri sebagai generasi qur’ani. Kita yang paling lantang menghujat kekufuran dan kebodohan atas nilai-nilai Islam. Kita yang pasang badan paling depan atas penindasan kaum muslim atas penindasan kaum muslimin di seluruh pelosok negeri. Kapankah saatnya…?

Semakin bertambah hari ini, semakin kental tuntutan kita untuk memperbaiki diri. Menjelmakan diri kita dari kata-kata menjadi amal. Menambah daftar orang-orang sholeh yang dikenal dan menjadi rujukan masyarakat. Mementaskan dakwah yang lebih utama di segala lini kehidupan, dakwah parlemen, dakwah birokrasi, kampus, sekolah adalah tidak lebih utama dari dakwah kampung dan masyarakat. Inilah tuntutan muwashofat yang bisa kita andalkan, menjadi perangkat kita menawar cinta dan rahmat Allah swt. Sehingga pembinaan yang sekarang semakin meluas, diramaikan dengan apresiasi ruhiyah yang kental dan membumi. Sampai Allah kelompokkan kita menjadi golongan Ar Ruhban dan Al Fursan.

Hendaklah kita tidak terjebak dalam dialektika serta definisi-definisi yang rumit dan melenakan. Yang menggiring kita dari substansi kepada perangkat. Dan memalingkan kita dari tujuan kepada problem. Cukuplah pernyataan Imam Syahid Hasan Al Banna menjadi taushiah bagi kita,

“Kaum muslimin pertama semoga Allah meridhoi mereka semua tidak mengenal Islam dengan lafadz-lafadz mentereng, kata-kata dan pembagian yang memukau serta dengan definisi-definisi dan istilah-istilah ilmiah. Akan tetapi, keislaman mereka adalah aqidah yang mengakar di dalam hati, menguasai jiwa, serta mendorong mereka untuk beramal sesuai dengan aqidah tersebut dan dalam rangka mewujudkan tujuan tujuan serta kandungannya”

Semoga Allah swt senantiasa memuliakan kita dengan dakwah dan amanah yang kita emban. Melunakkan hati-hati kita yang mungkin mengeras dan terpalingkan akibat beban dakwah. Dan mampu memaknai muwashofat sebagai mana para penghuni surga memaknai keberadaannya. Hingga kita bisa berhimpun bersama mereka, karena mengemban estafet perjuangan mereka. Amiin…! Wallahu ‘alam bish showwab.


Al Izzah '05

Refleksi tarbiyahku

Wednesday, November 12, 2008

Teknos. Rumah keduaku!

Tersebutlah di sebuah desa yang damai dan tenteram, tepatnya di daerah Ciangsana Gunung Putri Bogor, kurang lebih 50 m dari Gerbang Villa Nusa Indah 5, terdapat sebuah ruko berlantai dua berukuran 15 x 5 m. Di dalam ruko tersebut hiduplah sekelompok makhluk-makhluk unik dan lucu. Hidupnya” ga sampai 24 jam ko’ karena setelah pekerjaan selesai, kehidupan mereka berlanjut di rumah masing-masing. Hehehe..." Kenapa saya bilang unik dan lucu, karena bagi saya mereka adalah orang-orang baik yang selalu menghadapi hidup dengan positif thinking, apa adanya, tanpa rekayasa dan intrik apa pun, tak ada penipuan dan kemunafikan sedikit pun, mereka apa adanya. Polos seperti kertas putih. Sehingga jika saya bersama mereka, saya merasa menjadi diri sendiri. Hanya tawa, canda dan cerialah yang selalu menghiasi. Bagiku mereka adalah sahabat-sahabat terbaik yang pernah saya miliki selama saya berkelana disini. Merekalah sumber inspirasi dan kekuatan yang selalu membantu saya melepas penat setelah berkutat dengan urusan pekerjaan seharian. Mereka adalah keluarga keduaku. Teknos! Rumah Keduaku.

Perkenalkan, keluarga kedua saya. Namanya Elva Susanti, dia admin di Teknos. Masih muda dan enerjik, usianya baru 22 tahun. Anaknya manis, rame binti cerewet dan ngga bisa diem. Kalo dia sudah diem, suereeem.... Suerr deh!. Pasti ada apa-apa tuh. Paling si Anand dan Si Agung lagi ngusilin dia. Hahaha... (Siapa tuh Anand dan Agung?!). Julukkannya Uni Pucu’ Ubi. Apaan tu...?! (ini si Anand yang ngasih julukkan :D). Sejarahnya karena si “Uni Pucu’ Ubi” tuh orang Padang, logat Padangnya khas banget. Buangeeeet...!!!. Klo Elva ketemu Anand, menu masakan Padang keluar semua. Dari Pucu’ Ubi sampe sambal balado, dari keripik sanjai sampe gulai ayam padang, dari rendang sampe gulai sapi cincang, dll, dsb, etc deh. Oalaaah... Si Anand pikirannya makan melulu’, apa lagi gratisan. Hehehe... Uni Pucuk Ubi punya ciri khas yang ngga lepas. Kontak lens warna biru, mirip bule’. Klo ditanya tentang mata birunya, dengan lugas dia bilang nenek moyangnya orang Inggris. Hahaha... ada-ada saja!

Selanjutnya, Agung Budiman. Alumni UPI angkatan 2003 jurusan Matematika yang baru lulus April lalu. Dia adik kelasnya Pak Iman, koordinator Bimbel Teknos. Baru bergabung sekitar dua mingguan disini. Klo bicara, khas dengan logat Sundanya. Maklum, Pak Agung asli Cianjur. Dia Marketing sekaligus pengajar. Biar pun baru bergabung, dia cukup cepat beradaptasi dengan atmosfir Teknos yang tak menentu. Kadang panas, kadang dingin, kadang lembab, kadang pengap. Kayaknya karena terkena dampak global warming. Hehehe... Orangnya kalem, baik, penampilannya hanif. Mirip ikhwan mushola di kampus-kampus. (Lho..!! ko’ mirip ikhwan?! Emang si Agung Ikhwan, masak akhwat. Hehehe...). Gayanya khas, janggut tipis lengkap dengan kemeja dan celana dasar. Selalu bicara secukupnya saja. Tapi aslinya anaknya baik dan nyambung klo di ajak ngobrol tentang apa pun.

Ketiga, Anand. Bukan Ananda Mikola yang pembalap itu. Bukan pula Adnan Buyung Nasution pengacara berambut putih itu. Bukan juga Koffi Anand yang mantan sekjen PBB itu. Tapi Anand yang ini Anand Bojong Kulur. Hehehe... begitulah dia menyebut dirinya sendiri. Jika ditanya, “Anand asli mana?”. Dengan polos dia menjawab “Asli sini Bu”. “Sini mana” lanjutku iseng. “Ya.. Bojong Kulur” balasnya. Hehehe... Anand baru bergabung 1 minggu di Teknos. Subhanallah... Dia tak pernah mati gaya, ga da jaim-jaimnya. Dia ibarat gudang humor berjalan. Semua perkataannya berisi guyonan dan candaan yang tak ada habis-habisnya. Membuat seisi Teknos selalu tertawa bahkan terpingkal dibuatnya. Benar-benar apa adanya. Suara keras menjadi ciri khasnya. Klo ngomong kayak orang mau teriak, “Proklamasi..!!”. Alirannya Under Ground. Klo Elva dan Agung lagi nyanyi (ciee... duet maut nie ^_^), dia ngga bisa ikutan. Karena suaranya ga ketarik. Hahaha... Lantas menjadi hebohlah ruangan admin karena suara dan guyonan-guyonannya. Sehari tanpa Anand, Teknos terasa sepi. Ku ingat kalimat pertamanya padaku yang memberiku inspirasi, “Dimulai dari nol ya Bu..” (Mirip iklan Pertamina) Ucapnya kala itu ketika aku hendak mengetik di laptopnya Pak Iman yang belakangan sering mejeng di meja Admin. (Begitulah.. saya memang tidak bisa melihat laptop nganggur, apa lagi klo diizinkan menggunakannya. Rasanya tangan ini tak sabar ingin menari-menari di atas keyboards dan menuliskan semua kejadian menarik yang saya alami. Hehehe). “Bukan dimulai dari nol, tapi dimulai dari Bismillah...” balasku kemudian yang membuat Anand terpojok karena sindiran Elva dan Agung. “Nha lo!, Syukurin, mati gaya lo kali ini!” Ucap Elva balas dendam di sambut tawanya Agung. Hehehe...

Teknos memiliki beberapa siswa. Alhamdulillah siswanya baik-baik. Kelas 5 satu orang, kelas 6 delapan orang, kelas 9 enam orang, kelas 10 dan 12 masing-masing satu orang. Siswa-siswi disini juga tergolong penghuni-penghuni unik + aneh. Adit, sebagai satu-satunya siswi kelas 5 anaknya cerdas, pendiam dan enerjik. Adit tetangga saya di Villa 5, sama-sama di Clusther Kasuari. Klo weekend sering "nampak" di taman komplek bersama sepeda dan adiknya. JJS ni yee. Hehehe. Kelas 6 berisi makhluk-makhluk aneh, ada Dilla 1 dan Dilla 2 yang sifatnya bertolak belakang. Satunya Heboh, doyan teriak-teriak plus tertawa ngakak. MasyaAllah... ck.. ck.. ck.. yang satunya pendiam. Ada Dinda yang sangat menjaga adab-adab syar'i. Anak yang baik ^_^. Ada Frans, pesaing Dilla 1 yang juga doyan ngakak dan teriak-teriak. "Kompak..!!!". Ada Dimas dan Galuh yang pemalu. "Eleuh eleuh... ^_^". Pada umumnya anak-anak kelas enam semuanya baik-baik dan luchu. Setiap ku mengajar, ada saja guyonan khas tak terduga yang keluar ala mereka. Contohnya, 2 pekan lalu saat saya mengisi materi tentang struktur kalimat. Ketika diminta membuat dan membacakan kalimat tanya dengan kata apa, kapan, dimana, bagaimana, dan yang mana. Salah satu kalimat yang dibuat Dinda terbilang aneh bin jahil. Sambil senyam-senyum sendiri Dinda membacakan kalimatnya. Kenapa aneh?!?, karena Dinda membuat kalimat yang tak terduga dan saya sendiri tidak tahu jawabannya. Isinya "Kapankah Miss. Fithri akan menikah...?!?" Oalaaah nduk... Terima kasih sudah mengingatkan hehehe... Ada-ada saja :D. Lain Dinda lain lagi Dilla 1, ketika saya mengajar Dilla satu selalu mengikuti ucapan dan penjelasan saya dengan diikuti suara kerasnya. "Capcai deeeh..." Tiap saya mengajar kelas lain, selalu mejeng di depan pintu sambil dadah-dadah. "Daaah miss Fithri..." ujarnya sambil memamerkan gigi kelincinya. "Wakaka..."

Kelas 9 lain lagi. Makhluk-makhluk disini ada yang heboh ada juga yang jaim. Maklum sudah AaBeGe githu looch..! Penghuninya terdiri dari dua Srikandi dan empat Arjuna. Dea dan Geo di kawal prajuritnya Wisnu, Fadhil, Dimas, dan Rendi. Dea dan Geo penggemar berat artis Korea. Tiap pertemuan tak lepas dari sederetan cerita tentang film-film Korea, bahasa Korea plus artis-artisnya. Ngefans sana ngefas sini. "Ampyuuun daaah...". Wisnu dan Fadhil bagai kembar dibelah 10. "Nha loh?!? ya iyalah.. mukanya beda 180 derajat." Mereka mirip amplop sama perangko. Kemana-mana selalu berdua. Datang berdua pulang berdua, ke Indo Mart berdua, kemana-mana berdua. "Hehehe...". Ren anaknya pendiam dan pemalu. Dimas siswa yang lemah lembut. Bahkan saking lembutnya, saya yang perempuan aja kalah. "Hahaha.."


Kelas 12 namanya Gita. Anda pasti menebak dia seorang perempuan. Jangan tertipu dari namanya karena Gita yang ini beda dengan Gita yang lain. Gita laki-laki. Entah apa yang menghantarnya sampai ia diberi nama Gita. Hanya Allah dan kedua orang tuanya yang tau. Gita kakaknya Fadhil. Tapi walaupun kakak-adik wajah mereka tidak mirip. Gita bertubuh tinggi besar sedang Fadhil kurus. Setelah ku konfirmasi lewat Fadhil, Fadhil bilang ia mirip papanya, Gita mirip mamanya. "Ooo... pantes." Keduanya anak yang baik, sepertinya.

Sebenarnya masih banyak cerita terpendam di balik dinding-dinding gedung Teknos yang berdiri megah. Ada cicak-cicak di dinding yang suka bercerita dan bercengkrama dengan penghuni gedung saat saya mengajar. Ada kecoa yang tiba-tiba keluar dari ventilasi AC kelas. "Kayaknya si kecoa mau ikut belajar hehehe..". Ada crew-crew dan tim pengajar yang unik dan baik-baik. Ada kisah rapat koordinasi sambil mejeng di teras Teknos. Membahas tentang rencana jalan-jalan sambil tafakur alam, rencana mancing di kali Villa 5 (ada-ada saja... ^_^), rencana membuat perpustakaan untuk anak-anak, rencana membangun komunitas beriman dengan mengadakan taklim dan kajian-kajian Islam, dll, etc, dsb. Jangan kaget klo anda melihat beberapa orang duduk-duduk santai di depan Teknos, jika anda melihat seorang akhwat, maka itu adalah saya. Kita semua menyukai suasana VNI 5 di kala sore. Sangat indah, tenang, dan nyaman. Sembari melihat orang-orang berlalu lalang, anak-anak komplek bermain sepeda, plus juga abang-abang yang berjualan makanan. Mulai dari gorengan sampai siomay. "Naah.. ini langganan kita. Bang siomay julukkannya Yayang Omay. Yang ngasih julukkan si Elva, karena memang dia ngefans sama si Abang Siomay. Hehehe..."

Jika semua diceritakan disini tidak akan optimal, insyaAllah dilain waktu akan saya muat lagi cerita seputar Teknos, Rumah keduaku itu.

Titik. Tak Ada Koma.










Sujudku (8)

Wanita shalihah melukis kekuatan lewat masalahnya
Tersenyum saat tertekan
Tertawa saat hati menangis
Memberkati di saat terhina
Mempesona karena memaafkan
Mengasihi tanpa pamrih
Bertambah kuat dalam do’a dan pengharapan

Untuk setiap wanita cantik kepunyaan Allah
Biar peluh dan lelahmu menjadi pahala penebus surga
Menjadi energi penguat jiwa
Dalam merenda hidup yang lebih bermakna

Amiin...

Saudaraku, setiap kejadian pasti membawa hikmah. Kali ini saya akan memberikan pengalaman baru yang amat berharga. InsyaAllah... Tak ada yang tidak mungkin di dunia ini, dan Allah mengetahui segala sesuatunya. Bahkan ketika sehelai daun gugur pun Allah mengetahuinya, seekor semut hitam berjalan di bebatuan hitam pun Allah mengetahuinya. Tak ada yang tak Allah ketahui.

Sebenarnya, saya bukanlah orang yang mudah marah, bukan juga orang yang sulit memaafkan, jika marah saya lebih memilih untuk diam dan meminta maaf kepada orang yang membuat saya marah. Tapi sebuah kejadian yang saya alami cukup memberi jutaan ilmu, hikmah dan pengalaman. Kejadian ini menjadi puncak dari semua amarah, kekesalan, sebal, dan ketidak sukaan saya yang sekian lama tersimpan akibat ketidak syar’ian prilaku-prilaku manusia dalam sebuah sisi roda kehidupan.

Hidup itu ibarat roda yang sedang berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Terkadang kita bertemu tanjakkan, kadang bertemu turunan. Tak jarang pula kita bertemu batu-batu besar di jalanan yang mutlak harus kita lewati karena tak ada pilihan jalan lain. Atau suatu hari kita pun melewati jalan licin bebas hambatan ibarat sebuah jalan tol. Itulah kehidupan. Dan saat ini Allah hendak mengajarkan saya, anda, kita semua untuk lebih jauh memaknai perjuangan dan ujian dalam mengarungi samudera kehidupan. Hingga akhirnya saya menyimpulkan sebagian dari hikmah kejadian ini, bahwa “Dunia terlalu fana dan melenakan untuk mengurusi hal-hal yang tak penting dan sepele. Hanya menghabiskan energi untuk hal-hal yang tak jelas dan hanya memberi mudhorat saja”. Masih banyak hal-hal bermanfaat lain yang bisa dilakukan, diselesaikan dengan sebaik-baiknya dari pada sibuk mengurusi urusan orang lain yang tak ada kaitannya dengan kita. Intinya, kerjakanlah sesuatu yang pasti-pasti saja dan memberi kebermanfaatan bagi kita, bukan menjadikan suatu kesia-siaan.

Disana, ada banyak orang menanti uluran tangan untuk kita bantu menyelesaikan permasalahan hidup meski cukup hanya menjadi pendengar setia yang bisa meringankan beban mereka. Disana ada banyak orang menanti uluran tangan kita untuk kita cerahkan hatinya dengan kalam dan ilmu.

Bukankah hidup itu layaknya sebuah sekolah, atau kampus bernama universitas kehidupan yang tak kan habis-habisnya kita jalani hingga ajal menjelang?!. Bukankah dalam sekolah kita akan menghadapi ujian-ujian?!. Lepas dari satu ujian Allah memberi kita ujian yang lain. Lulus ujian yang satu, Allah beri ujian yang lebih berat. Tidak lulus ujian yang satu, Allah beri ujian yang lebih ringan. Begitu seterusnya. Tidak lain karena Allah ingin kita lulus hingga kelas terakhir dan menerima raport “kehidupan” dengan hasil yang memuaskan jika kita bisa menghadapi ujian dengan baik, atau sebaliknya. Tinggal kita sendiri yang memilihnya. Mau hasilnya baik atau tidak.

Bukankah dalam hidup kita sedang menuliskan sejarah kita sendiri?!. Bukankah kita akan menuai apa yang telah kita lakukan?!. Kelak di yaumil akhir, ketika mata, tangan, kaki, lidah tak bisa lagi berkelit dari ketetapan Allah, kelak ketika catatan amal-amal kita dibacakan di pengadilan akhirat. Di saat itulah kita tak bisa lagi mengelak. Maka, selama nafas masih ada, selama ruh masih di dalam jasad, hanya taubat, penyesalan dan ikhtiar perbaikan diri yang seharusnya kita lakukan. Saat melakukan kesalahan, ingatlah bahwa Allah yang tak pernah tidur mengetahuinya. Tak ada yang bisa lepas dari pengawasan Allah meski hanya gugurnya sehelai daun. Bagi saya, cukuplah kesalahan yang saya lakukan menyebabkan diri dan memeras air mata untuk bertaubat.

Hidup ibarat menulis. Kita menulis apa saja dari tiap-tiap detik yang kita lalui. Kita menulisnya di sebuah buku kehidupan yang menyimpan rahasia kehidupan kita sendiri. Kita menulis setiap hari dengan kalimat-kalimat yang terangkai dari perilaku dan perbuatan kita sendiri. Setiap kata yang kita tulis terangkai menjadi kalimat-kalimat. Setiap kalimat yang kita tulis terangkai menjadi paragraph. Tiap paragraph yang kita tulis terangkai menjadi kumpulan paragraph, dan tiap kumpulan paragraph yang kita tulis terangkai menjadi sebuah cerita. Cerita kehidupan kita sendiri yang setiap hari akan menjadi sejarah di sebuah buku “pertanggungjawaban” selama kita hidup di dunia.

Dalam menulis, tanda titik menandakan berakhirnya sebuah kalimat. Dan kali ini sudah cukup bagi saya untuk terlibat terlalu jauh dalam permasalahan sepele yang tak penting. Titik. Tak ada koma lagi. Cerita ini selesai. Air yang keruh membutuhkan waktu untuk dijernihkan. Maka, jangan sampai terpancing lagi di air yang keruh. Selalu ada hikmah dibalik semua kejadian. Cukuplah kesalahan saya menjadi jalan untuk menghisab diri sendiri. Allah berfirman bahwa dibalik kesulitan pasti akan ada kemudahan. Alhamdulillah.. satu permasalahan selesai sudah dan semuanya mengandung hikmah. Akhirnya saya sampaikan... Titik. Tak ada koma lagi.

Kepada Sang Penggenggam Jiwa,
Hamba serahkan sepenuh hidupku pada-Mu hingga Syahid menjemput nyawaku.


Refleksi Tarbiyahku

"Ketika terlalu jauh tenggelam di air yang keruh"

Ya Allah, limpahkanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat dan pemahaman sehingga dapat mendekatkan diri kami kepada-Mu. Amin.

Monday, November 03, 2008

Meretas Jalan Ke Surga (1)

Sebutlah Amir, sedang menikmati tilawah Al Qur’an dengan amat syahdu. Setiap huruf terangkai menjadi kalimat dan ayat mengalir lembut dari bibirnya. Pita suara menghiasi bacaan mulia itu menjadi indah. Amir larut dalam luasnya samudera cinta yang terhampar, sepucuk surat cinta dari Yang Maha Kuasa. Seusai membaca Al Qur’an Amir selalu menyempatkan untuk mencium mushaf itu dengan mesra. Persis orang yang kasmaran kala mendapat kabar dan rindu dari kekasih. Begitu dalam, erat, dan penuh kasih sayang. Begitulah penuturan orang-orang yang mengenal Amir. Ia sangat mencintai Al Qur’an.

Tahukah anda ujung cerita dari Amir? Manusia ini meninggalkan dunia dalam posisi yang biasa ia dikenal orang. Ia meninggal saat mencium Al Qur’an. Begitu mesra dan penuh cinta. Seolah ia ingin menegaskan betapa besar kecintaannya kepada kumpulan ayat suci itu.

Lain Amir lain pula Jamilah. Akhwat yang satu ini sangat menghargai sholat. Ia dikenal sebagai musholiin yang baik. Tidak hanya sholat fardhu yang teramat penting. Jamilah juga berusaha sekuat tenaga bangun di malam hari untuk qiyamulail. Bahkan menurut teman-temannya, hampir setiap hari ia mengerjakan qiyamulail.

Namun begitulah, seperti kata pepatah, “Siapa yang dicintai Tuhan akan cepat dipanggil-Nya”. Jamilah pun demikian. Ia syahid dalam masa muda yang indah. Saat shubuh menjelang ia ditemukan tanpa nyawa dalam keadaan sujud. Seolah-olah ingin menegaskan kepada semua orang, tak ada keindahan di dunia selain bertemu Allah dalam sholat.


Merancang Kematian Kita

Dua kisah di atas mungkin sekedar sekelumit kecil dari banyaknya kematian yang bermakna. Kehidupan duaniawi yang singkat dan terbatas dijawab dengan padatnya amal kebaikan. Serasa memahami betul ucapan Abu Bakar ra,

Carilah kematian, di sana engkau akan menemukan kehidupan!”

Mereka menemukan makna kehidupan sesungguhnya setelah menemukan makna kematian. Bahkan telah merasakannya. Prolog di atas bukan hendak mengajak untuk berpaling dari kehidupan dunia kemudian berdiam menanti kematian. Tapi sekedar ajakan pada sebuah perenungan tentang sesuatu yang amat berharga kala menghadapi kematian, yaitu Istiqomah!

Kaidah tarbawiyah kita tidak mengajarkan manusia beriman sesaat, atau sampai kita memperoleh gelar ikhwah atau mencapai batas kurikulum pembentukkan (muwashofat) seorang al akh. Tapi dalam tarbiyah kita diajarkan untuk memikirkan nasib kita sendiri dalam merancang kematian. Bagaimana mungkin pertemuan/majelis yang hanya beberapa jam dalam satu pekan bisa menjamin seseorang bebas dari kemaksiatan sampai pertemuan berikutnya?!?. Atau seberapa jauh mata seorang murobbi/yah sanggup mengawasi mutarobbi/yahnya?!?

Kaidah tarbawiyah kita mendidik dan membina seorang manusia menjadi tangguh kala ia sendiri. Muwashofat yang dicanangkan dalam tarbiyah merujuk pada pembentukkan al akh yang mampu istiqomah hingga akhir hayat. Ia tak sekedar capaian yang dievaluasi seperti buku raport seorang pelajar saja atau sertifikat bagi peserta seminar. Tapi muwashofat yang terpatri dan menjadi utuh dalam diri seorang al akh. Teruji sampai kematian datang. Bukan sekedar di depan murobbi, teman atau qiyadah jama’ah saja.


Muwashofat tak lain adalah karakter yang terbentuk karena kebudayaan. Kebudayaan terbangun dari kebiasaan. Kebiasaan adalah kumpulan dari prilaku. Dan prilaku itu adalah sesuatu yang harus dimulai. Jadi, pembentukkan muwashofat tak sekedar tanda cross pada isian kuisioner atau jawaban pada ujian tertulis saja. Bukan pula tes fisik dan latihan berat pada dauroh-dauroh dan mukhoyam. Akan tetapi kehidupan ini adalah medan pembuktian sesungguhnya. Sanggupkah muwashofat yang diajarkan pada tarbiyah mampu bertahan? Atau hanya tersimpan dalam buku catatan dan menjadi mimpi di siang bolong. Tentu jawabannya berpulang pada masing-masing kita.

Wallahu ‘alam bish showwab.


Al Izzah '05

Refleksi tarbiyahku

Thursday, October 30, 2008

Met Milad Buat Kakakku

29 Oktober 2008
Langit nampak cerah, awan berarak indah. Ku laju kuda besiku memasuki gerbang sekolah tercinta perlahan. Masih ku lihat kurcaci-kurcaci kecil itu berlarian kesana kemari. Lucu!. Ada yang bersiap dalam barisan, ada yang sibuk bermain-main, ada yang masih duduk-duduk di koridor kelas masing-masing. Semua masih tetap sama. Senyum sumringah menyambutku disana-sini. Ada yang menyapa, ada yang diam, ada yang melihat dari kejauhan. Ku coba mereka-reka, apa yang istimewa di hari ini ya?. Hm...

Ku ayunkan kaki menuju sebuah ruangan mungil di sudut gedung C sekolah. Rutinitas setiap pagi setibanya di sekolah. Absen euy. Sembari ku langkahkan kaki menuju kelas 1 langit tempatku berteduh (Ciee... hujan kaleee'). Ku coba kembali mengingat-ingat, apa yang istimewa hari ini..? Astaghfirullah.. aku lupa salah satu hari istimewa. Ck.. Ck.. Fit.. Fit.. masih muda udah pelupa! Emang! hehehe...

Pagi ini, 29 Oktober 2008...
Seorang hamba Allah dalam hitungan waktu kembali berkurang usianya. 30 tahun sudah ia arungi bahtera dunia fana. Dalam kesejatian hidup, ia telah menemukan setengah bagian hidupnya. Belahan jiwa (soulmate)
dan generasi penerusnya (Qurrota 'ayun) yang kelak diharapkan bisa menjadi pejuang Islam masa depan. Aamiin...


Met Milad ke-30 buat kakakku tercinta,
Jemy Oktavianto, S.T

Sebagai adik, adek hanya bisa menitipkan Doa dan Cinta
untuk kakak laki-lakiku semata wayang tersayang
Moga sisa usiamu semakin berkah dan selalu diisi dengan hal bermanfaat dan bermakna, bertambah ukiran karyamu yang bermanfaat bagi manusia, segala urusanmu dimudahkan Allah, semakin sholih, semakin dicintai ALLAH serta penduduk langit & bumi, keluarga kecil yang telah kau bangun semakin bertabur berkah Allah :x
Pokoknya i wish u all the best.
Aamiiiinnnn...

Luv u coz Allah and Allah luv u too bro! ^_*
sukses dunia dan akhirat ya
Aamiiiinnnn...



Buat Kakakku,
do'ain adek moga bisa jadi satpam yang baik di villa 5.
Kapan nih kita pindah?!? ditunggu generasi keduanya ^_^

Tuesday, October 28, 2008

Sang Kurcaci Cinta

Ini sebuah cerita kisah nyata tentang seorang anak manusia yang sedang mencari cinta sejati. Cerita ini bukan seperti cerita dalam "30 Hari Mencari Cinta". Namun cerita perjuangan seorang anak manusia di sebuah kota yang damai dan permai. Kota yang penuh dengan kebahagiaan. Ya.. Sengaja ku beri judul "Sang Kurcaci Cinta" karena memang yang mengalami mirip kurcaci, imut dan menggemaskan, begitulah orang-orang menilainya hehehe... Karakter kurcaci sebenarnya baik hati, cukup tampan, dan disenangi banyak orang. Tapi sayang, agak berlebihan dan kurang percaya diri. hm.. hm.. hm.. sayang ya..

Sang kurcaci hendak mencari cinderela. Segala daya dan upaya ia kerahkan tuk meraih cinderela hatinya. Ibarat kumbang yang sedang mencari tempat mengemas madunya, sang kurcaci sibuk menebar pesona berharap ada cinderela yang mau padanya. Tak sedikit cinderela yang terpesona dengan ketampanan dan kebaikan sang kurcaci. Bahkan anak-anak dari negeri kurcaci dan ibu-ibu pun juga nge-fans dengan si kurcaci penebar pesona. Oalaah...

Suatu hari, kurcaci melihat seorang cinderela yang menawan hatinya dan akhirnya ia jatuh cinta. Sang kurcaci pun berjuang untuk mendapatkan sang cinderela. Berbagai upaya ia lakukan, bahkan sejak pertama melihat sang cinderela ia langsung berusaha mengutarakan isi hatinya. oh my God...!

Bukannya malah senang, sang cinderela malah takut dibuatnya. Ya, ternyata cinderela belum siap dan ia sedikit kaget dengan keberanian si kurcaci. Menurutnya, si kurcaci terlalu terburu-buru. Ck.. Ck.. Ck.. emang.

Akhirnya cinderela mencari cara untuk menutup jalan si kurcaci. Sang kurcaci pun menyadarinya lalu mulai menata kembali hatinya. Setiap bertemu cinderela ia nampak salah tingkah dan malu. Bahkan tak jarang nampak seperti anak kecil yang hendak lepas jantungnya. Dag.. dig.. dug... dueeer... hehehe...

Kurcaci pun akhirnya mundur perlahan. Ia merasa tak layak bersanding dengan cinderela. Menurutnya ia bukanlah siapa-siapa untuk cinderela. Padahal cinderela merasa biasa saja. Malah menurutnya, kurcaci memiliki banyak potensi yang bisa berguna untuk kerajaannya. Ya, kurcaci tak percaya diri. Oalaah melownya..


To be continued


Yup... cerita ini masih bersambung, entah bagaimana endingnya.
Semoga saja berakhir dengan happy ending tanpa ada yang terluka.
Ah.. kurcaci - kurcaci... biasa aja kaleee'... ^_^

Terjebak Hujan










Hujan..
Hujan..
Aku terjebak hujan
Ya Allah.. tolong hentikan hujannya
hamba ingin pulang..

Waktu di layar komputer sudah menunjukkan pukul 17.33. Sudah hampir 3 jam aku terjebak di warnet ini untuk cek email & message di FS. Peluh keringat mulai membasahi, karena ACnya ga nyala kayaknya. Panas.. Ffiiuhh... Ku lepas pandang keluar. Nampaknya hujan tak jua hendak berhenti. Ku sadari, perut sudah mulai bernyanyi-nyanyi. Kriuk.. kriuk.. Ya Robbi... Aku lapar... Suasana seperti ini memang membuat perut jadi lapar.

Hm.. hm.. mulai ku rancang rencana sesampai di rumah nanti. Makan. Ya, makan untuk mengisi energi yang sudah terkuras seharian. Ku bayangkan sepiring nasi hangat dan sepotong ayam sabana yang masih hangat. Lengkap dengan tumisan kangkung yang sudah ku potong pagi tadi. Waaa... berarti nanti pulang harus numis kangkung dulu dong. Hehehe...

Seketika teringat suasana rumah di Palembang. Kolam ikan di depan rumah. Ya, jika hari hujan aku paling suka memandang gemericik air yang jatuh ke kolam ikan di depan rumah. Tis tis tis... tes teretes terets... Brrr.. brrr... brrr.... Suasana hujan, aku suka. Mama.. Papa.. Ah.. aku kangen mereka semua. Rasanya tak sabar ingin segera pulang dan meluapkan kerinduan. Nha loh..?!? kok jadi melow gini ya'???


Kyyyaaaaa................. hujannya makin deraaaaaaassss... brrr.. brrr.. brrr.....

Tuesday, October 21, 2008

Sujudku 7

Sanubari Cinta di Taman Tarbiyah

Akan kemana ku bawa ruh ini
dengan semangat dan sisa nafas tersisa
beriring debur gelombang dan cinta di hati
dakwah ini akan tetap merekah di jiwa


Perjalanan ini belumlah jauh
Pengalaman ini teramat sedikit
Bekal ilmu pun masih sangatlah minim
Namun cintaku pada Allah, Rosulullah, Jihad di jalan-Nya
Tarbiyah dan ikhwah..
Tak kan usai hingga hela nafas terakhir
Ya Allah....... istiqomahkanlah hamba.
Aamiin..


- Fithri Ariani -

Tarbiyah.. jika ku ingat satu kata ini, bergetarlah sanubari. Selongsong jiwa yang merindukan damainya jiwa, kuatnya ukhuwah, dan dalamnya cinta. Begitu berartinya tarbiyah bagi diri. Karena dengannya telah banyak perubahan terjadi, bukan hanya pada diri pribadi, tapi bagi setiap orang yang pernah menikmati indahnya taman ilmu tarbiyah dan mereka yang turut bersimpati dengan dakwah tarbiyah. Tarbiyah bernuansa semangat dan perjuangan. Setiap perjuangan akan menuntut adanya pengorbanan. Namun pengorbanan untuk tarbiyah, bagi semua ikhwahnya telah membawa cinta dan damainya jiwa kepada indahnya syurga yang abadi. Karena setiap titik pengorbanan, hanya ridho Allah-lah yang di cari.

Tarbiyah adalah titik perubahan. Tempat manusia menempa diri menjadi pribadi-pribadi muslih. Titik perubahan yang memiliki peranan penting bagi perjalanan hidup manusia. Disana diperkenalkan hakikat diri sebagai hamba, di perbaiki akhlaq, akidah dan ke-Islaman kita. Disana pula bermunculan niat, amal, cita-cita, harapan, perjuangan, pengorbanan yang perlahan menjadi subur bagai pohon yang akarnya dalam menunjang ke dalam tanah. Tarbiyah mengakar ke dalam jiwa para jundi/jundiyahnya, lengkap dengan cita-cita mulianya yang diusung setinggi langit tuk gapai ridho Ilahy. Tarbiyah adalah tempat kita menempa diri dan ladang energi bagi jiwa-jiwa yang kering dan tandus sentuhan cinta Ilahy.

Begitu indah peran tarbiyah. Terutama bagi mereka yang serius dan terus istiqomah mengikuti ritme tarbiyahnya, susah dan senang, suka mau pun duka, mereka yang tetap istiqomah di taman perjuangan tarbiyah adalah orang-orang pilihan Allah. Orang-orang yang dinilai layak berjuang untuk dakwah dan perbaikan umat. Begitu indah tarbiyah mewarnai perjalanan dakwah kaum muslimin. Dengan berbekal semangat dan pemahaman, individu-individu yang telah terdidik dan terberdayakan fikriyah, jasadiyah dan ruhiyahnya di taman tarbiyah, mewujudkan cita-cita mulia, tugas-tugas dan peran dakwah yang dilakukan hanya demi tujuan asasinya, Allah. Dakwah tarbiyah menyeru kepada Allah semata, mendidik manusia menjadi pribadi yang Islamy, dan menyeru kepada yang lain untuk bersatu dalam misi mulia Islam, rahmatan lil 'alamiin.

Layaknya sebuah bangunan, individu muslim adalah batu bata utama dalam pembangunan keluarga, masyarakat dan pemerintahan. Sebesar apa tarbiyah yang ia peroleh, sedalam apa pemahamannya tentang perjuangan dakwah, sekuat itu pula bangunannya akan terpancang. Dan kini, setelah sekian lama waktu berjalan, kan tetap ku kokohkan hati dan pijakkan kaki ini hanya untuk Tarbiyah. Berjuang bersama untuk kebangkitan dan kemuliaan Islam bersama ikhwah. Tak kan goyah hingga akhir nyawa.




Di sini kami tetap berdiri
Di sini kami tetap berfikir
Di sini kami tetap berjaga
Di sini kami tetap waspada
Di sini kami membuka mata
Di sini kami selalu mencari kesejatian diri


Allang-alang bergerak
Mata kami berputar
Seperti Elang kami melayang
Seperti air kami mengalir
Seperti matahari kami berputar
Seperti gunung kami merenung


Di lingkaran kami berpandangan
Di lingkaran kami memujakan
Kami cinta pada-Mu Ya Allah..


(Lingkaran, "Aku cinta pada-Mu". Sawung Jabo)



Refleksi tarbiyahku. Istiqomah hingga mati...

Thursday, October 16, 2008

Refleksi Usai Romadhon 1429 H


Semoga Allah Senantiasa bersamaku.
Ya Allah... save my soul...


Robb,
perkenankanlah hamba menjadi bagian orang-orang yang beruntung,
berkumpul bersama-sama para Nabi dan kaum yang sholih,
senantiasa mengingat-Mu,
cinta kepada-Mu, roja' dan khouf hanya kepada-Mu
dan terus istiqomah di jalanMu hingga akhir hayatku.

Amiin...


Robbku senantiasa bersamaku. Saat ini, kalimat ini menjadi penguat ruhiyah. Tiada kata yang terucap, selain lafaz-lafaz yang mengagungkan asma-Nya. Rindu yang menderu, setelah romadhon usai dua pekan lalu. Tak terurai dan tertuang jadi kata, meski jiwa ingin mengurai kata. Aku ingin bicara, aku ingin berkata, tentang jiwa-jiwa perindu dan pedamba syurga. Hari demi hari yang berlalu berurai tanya demi tanya. Apa yang ku butuhkan? Apa yang ku harapkan? Siapa yang ku inginkan? Apa yang ingin kulakukan? dan mengapa aku bagai terdampar di telaga asing layaknya pulau tak bertuan?. Nun jauh dari tanah kelahiran, tempatku berjuang, mengkonsep ide-ide perjuangan. Menuangkan segala inspirasi, manajemen, asa dan mimpi dan segala tugas sebagai hamba Allah. Bergerak bersama para ikhwah di jalan dakwah yang mulia. Terhampar amanah yang melimpah bagai tetesan air menyejukkan dahaga.

Hati kecil bertanya, apakah jiwa yang lemah ini masih pantas berharap nikmat romadhon selanjutnya jika banyak amanah dan amaliah yang ku lalaikan? Apakah diri yang dho'if ini masih layak berharap syurga-Nya jika hati terus menjerit dan merintih pedih karena lalaiku mengingat Allah? pujian sanjungan datang bagai prestasi yang membuat diri terlempar dari kemuliaan dan ketawadhu'an. Namun sebaliknya, ruhiyahku melemah. Akhirnya, ku bertanya..

"Siapakah aku?",
"Layakkah aku disebut sebagai pejuang-Mu?"

Sungguh hamba sangat malu pada-Mu...

Inginku kibarkan bendera jihad, seperti kibasan-kibasan pedang para mujahid di medan perang. Ingin ku teriakkan takbir sekeras-kerasnya tanpa henti hingga ruh terpisah dari jasad. Ingin ku berlari memacu kuda dan melibas para pendusta. Inginku hancurkan segala kenistaan yang nampak di depan mata. Ingin ku berjuang menegakkan kuasa-Mu pada keseharian hidup manusia di atas batas- batas syar'iyah. Ingin ku adalah...

Menjadi bahan bakar yang membangunkan mesin-mesin dan motor dakwah,
Menjadi inspirasi bagi para pejuang-pejuang yang tiada henti berkorban demi dakwah,
Menjadi sumber kekuatan tempat berlabuhnya ruhiyah-ruhiyah yang sedang lelah,
Menjadi hujan yang membasahi qolbu yang kering kerontang,
Menjadi semangat tiada tara yang membangunkan ruhiyah sendu senyap terjatuh dalam kefuturan.

Namun saat kulihat diriku. Tersadar dalam diamku. "Siapakah aku?"

Saat ku sadari diri ini telah menjadi lemah. Bagai burung yang terbang kelelahan tak tentu arah. Semangat ini tertahan, namun asa berteriak; "Aku ingin bebas, lepas... kembali kesana dengan semangat tiada tara, dan senyum tersungging karena bahagia atas perjuangan kami semua". Dan terakhir, seandainya diri masih diberi kesempatan untuk menikmati romadhon selanjutnya.. hanya 3 kata yang ingin ku hidupkan kembali dalam keseharianku, bahwa aku ingin.. "Menjadi Tentara Allah..."

Aamiin.. Allahu Akbar!!!


Hari-hari yang kian bertabur perenungan
Robb.. Selamatkanlah hamba.. Aamiin..

Friday, August 29, 2008

Selamat Menjalankan Ibadah Puasa


Romadhon menggema lagi..
Gaungnya terdengar hingga ke pelosok negeri..
Penduduk langit dan bumi menyambut dengan suka cita..
Marhabban ya Romadhon nan mulia..

Mari bersihkan hati, siapkan diri tuk sambut romadhon yang suci.
Moga menjadi Romadhon terindah
Mohon maaf lahir dan batin



Fithri Ariani

Monday, August 11, 2008

Rindu Buaian Cinta

Kalau mengingat-ingat tanah kelahiran
yang kuingat adalah kenangan-kenanganku.
Tersimpan dalam memoar hati dalam lembaran catatan-catatan rindu.
Kenanganku adalah keluargaku.
Ada dua keluargaku.
Pertama keluarga inti, Mama, Papa, Kakak, Ayuk, dan adik-adikku.
Yang kedua keluarga tarbiyah. Tempatku menempa ruhiyah, jasadiyah dan fikriyah di jalan mulia dakwah

Ya.. seandainya hati ini layak di ekpresikan,
saat ini diriku bagai anak yang kehilangan induk dan teman-temannya.
Seperti foto di berikut ini ^_^




Thursday, July 17, 2008

Dakwah Tiada Akhir




Bismillahirrohmanirrohim..

Perjuangan tak kan usai meski cercaan dan hinaan, ujian dari kerikil hingga sebesar batu-batu karang tak kan melunturkan azzam. Kami tetap akan berada disini, istiqomah hingga mati. Di dakwah mulia bersama para pejuang, mujahid dan mujahidah dakwah. Di bawah naungan perlindungan Allah, berjuang bersama untuk kebangkitan dan kejayaan Islam. Bersama setitik harapan, tuk perbaiki diri, keluarga dan bangsa kami, hingga kalimat ilahy menggema di seluruh penjuru bumi. Kuda-kuda para mujahid telah berpacu melaju dan melesat lewati lintasan penuh rintangan. Malaikat-malaikat tlah menjadi saksi bangkitnya para prajurit dan satria dakwah. Maka dakwah ini tak kan usai hingga di sini. Darah daging kami, anak cucu kami, penerus-penerus kami, adalah janji yang kan terbayar untuk membangun Generasi yang hanya berorientasi pada Ilahy. Mari bahu membahu, berjuang bersama untuk kemashlahatan ummat. Majulah dan jayalah PK Sejahtera!!! Allahu Akbar...!!!!!!!!!!


Fithri Ariani, S.T
ex. Staff BAHUMAS DPW PKS Sumsel
(Hidup Untuk Menyembah Allah Semata)

Thursday, July 10, 2008

25 Tahun Perjalanan


Di pendar-pendar sisa usia,
Di tiap detik dan hela nafas tersisa,
Jelang langkah cita, harap dan asa
Dalam perjalanan menuju gerbang akhir
Makhluk-Mu yang dhoif memohon...
Tuk lebih baik dalam menjalani penghambaan


Ketika pagi tiba di 10 Juli 2008, Allah masih membukakan jendela dunia tuk hirup kembali udara yang dengan cuma-cuma, tanpa bayar, tanpa beli, Allah berikan padaku. Ia hiasi hari-hariku dengan warna-warni pelangi. Hingga warna-warni itu memancarkan celupan warna Ilahy. Alhamdulillah... hidayah itu tetap bertahan di qolbu, di jasad, semoga hingga akhir hayat, hingga usia berakhir, diri ini tetap pada jalan Cahaya Islam, pada hidayahNya. Istiqomah hingga akhir masa. Aamiin...

Beruntunglah kita kaum muslim, karena Allah telah mewarnai kita dengan warna-warni yang lembut dan menyejukan, tegas dan menggambarkan kekuatan serta rahmat dan keberkahan.
"Baarokallah untukku..."
Semoga sisa usia menjadi bekal terbaik tuk meniti jalan surgawi, Aamiin...
Pekik Takbir! ALLAHU AKBAR!!! SEMANGAT!!!


Ciangsana, 10 Juli 2008
Di pagi indah ketika 25 tahun perjalanan usia

Saturday, July 05, 2008

Sujudku (6)

Ada senyum terukir
Ada bahagia menyata
Ada harap membumbung
Ada ghiroh menuntun
Ada cinta merunduk
Melengkap sudah…
Satu dalam mahabbah
Terima kasih Ya Allah...

Rabu 3 Juli 2007, menjadi sejarah menyatanya impian. Terukir indah dalam jejak-jejak langkah perjalanan, perjuangan, asa dan segala peluh lelah. Damai mengukir, ketenangan mengalir. Hening dunia menyejuk. Menjawab semua keresahan jiwa selama rentang waktu yang panjang.

Bagai air dingin mengaliri qolbu yang kerontang. Senyuman menjadi penguat dalam setiap titik rintis hujan. Dan pengobat luka saat terjatuh ironi. Karena jalan tak pernah tertutup. Meski waktu yang berlalu tak kan pernah kembali. Semoga semua tak kan pernah menjadi sebuah kesiaan.

Bahagia dan restu ayah bunda menjadi bekal perjalanan. Berharap kedepannya segala karunia menjadi jalan penghantar kebahagiaan ukhrowi. Sebagai pembuka ladang amal sholih, amal jariyyah atas nama ilmu yang tiada akhir manfaatnya. Untuk Generasi Islam selanjutnya, Generasi Robbani. Semoga sisa kekuatan ini menjadi jalan terbuka, untuk menambah jumlah abdi-abdiMu yang setia, serta pasukan-pasukanMu yang satria membela Engkau, Rosul-Mu dan Islam Ya Allah... Megahnya Alam-Mu menjadi saksi setiap bait perjalanan yang terukir di sebuah kitab akhir. Dan hamba yang dho’if, memohon kitab diterima di sebelah kanan. Amiin..

Terima kasih ya Robbi atas segala karunia, di jelang 25 tahun perjalanan usia. Terima kasih ya Robbi yang telah menguatkan jiwa, memberikan selaksa harapan tuk terus berada dalam millah-Mu yang mulia. Terimakasih ya Robbi atas dikabulkannya permohonan hati, di waktu yang ajaib dalam detik-detik yang menghimpit. Di setiap pilihan-pilihan yang Engkau beri. Semoga ini yang terbaik. Harap ridho dan berkah atas segala pilihan-Mu tuk terus istiqomah berjuang mengarungi terjalnya jalan dakwah. Dalam nafas ruhani yang tak kan terputus memuja dan memuji, dalam ketinggian asma-Mu. Terima kasih atas kado terindah.. didiklah hamba menjadi abdi-Mu yang bersyukur. Amiin...


Ya Robbi..
Jangan tinggalkan hamba..
Terangi jalan ini..
Hangatkan jiwa ini..
Tuntunlah langkah ini..
Menuju cinta-MU yang hakiki
Amiin..

Kenangan Terindah 2

(Refleksi Jelang 25 Tahun Perjalanan)

13 Juni 2008

Hari ini Ciangsana tak nampak mendung, namun menjelang shubuh, angin berhembus kencang dan hujan pun turun cukup deras. Setelah sekian lama ku nanti hujan sejak kepindahanku kesini, akhirnya hujan juga. Ku ingat malam kemarin sebelum tidur aku sempat berdo’a meminta hujan pada Allah. Subhanallah.. keesokkan harinya Allah langsung mengabulkannya. Maha Suci Allah, yang mengabulkan setiap do’a. Ya, kebiasaan sebelum tidur adalah berdo’a sembari mengingat-ingat saudara-saudaraku yang pernah menghiasi hidupku, baik dan buruk, sembari memohon ampunanNya atas segala khilaf selama hidupku dan khilaf mereka terhadapku. Agar tidurku jadi lebih tenang, sebab jika aku tidak kembali terjaga keesokkan harinya, kaki ini akan lebih ringan menghadapNya. Masih dalam bed restku, dengan tubuh lemah terbaring di tempat tidur, masih kurasakan getar-getar rindu, rindu kenangan indah hidupku...

Menjelang Kepindahan Kembali ke Palembang
Selama kurang lebih 5 tahun kami tinggal di Kecamatan Tanjung Pandan, Ibu kota Kabupaten Belitung. Kami tinggal di komplek Pemda. Di komplek ini banyak sekali batu-batu gunung. Tersusun rapi di sekitar halaman rumah-rumah. Jalan-jalannya curam dan banyak tanjakkan/tebing yang panjang. Lokasinya masih banyak hutan. Tepat di belakang rumah kami ada sebuah bukit yang masih hijau. Ada jalan setapak di hutan belakang rumah. Jalan ini tembus menuju bukit. Di hutan belakang rumah inilah aku, kakak adikku dan teman-temanku sering bermain-main karena ada sumber mata air dan beberapa kali-kali kecil disana. Kami memancing, berenang dan memanjat pohon, dari pohon-pohon itu teman-temanku sering melompat ke air. Selama tinggal disini aku sekolah naik sepeda. Orang Belitung menyebut sepedaku sepeda keranjang karena didepannya ada keranjang. Sekolahku jauh sekali dari rumah. SD N 16 jaraknya kurang lebih 4 Km. Lumayan jauh untuk anak SD naik sepeda. Hehehe... Setelah masuk SMP 1 Tanjung Pandan, malah tambah jauh lagi. Dari rumah, sekitar 6 km dan masih dengan sepeda dengan jalanan yang curam menanjak.

Tahun 1995 Papa bertugas di Kecamatan Manggar (sejak otonomi daerah tahun 2001, Bangka – Belitung memisahkan diri dari Provinsi Sumatera Selatan dan Kecamatan Manggar menjadi Kabupaten Belitung Timur). Setahun kemudian Kak Jemy kembali ke Palembang dan kuliah di Pertambangan UNSRI. Sedangkan Yu’ Ren yang saat itu lulus SMP meraih NEM Matematika tertinggi se-Tanjung Pandan melanjutkan sekolah di SMU N 12 Jakarta Timur. Sedangkan aku dan dua adikku, Feby dan Icha, ikut Papa dan Mama pindah tugas ke Kecamatan Manggar. Saat itu aku kelas 2 SMP, Feby kelas 6 SD dan Icha kelas 3 SD.

Di Manggar aku punya seekor kucing, namanya Pinpon. Pinpon kucing yang cerdas, berani dan penurut. Ia akur berteman dengan peliharaan kami yang lain. Pernah suatu hari kami melihat Pinpon membantu angsa mengumpulkan rumput-rumput kering ketika angsa di rumah mau bertelur. Subhanallah... Pinpon juga telaten menjaga rumah sampai anjing tetangga takut padanya. Ia paling tak bisa melihat kecoa, tikus dan hewan-hewan tanah lainnya. Karenanya rumah bebas dari tikus dan kecoa. Pinpon kucing yang unik, ketika aku sedih, Pinpon mendekat dan berputar-putar di kakiku. Seolah mengerti dan ingin menghiburku. ”Ya Allah.. salam rindu untuk Pinpon, pertemukanlah kami kelak di SurgaMu. Amiin..”

Di rumah juga pernah dimasuki tokek yang beberapa hari tinggal di atap rumah. Sehingga saat ia bersuara, rumah menjadi ramai. Kita serumah tertawa dan meniru-niru suara tokek. ”Tokek.. tokek... sini turun, main yuk, ada Mama, ada Papa, ada Yu’ Fit, ada Feby, ada Icha, ada pinpon, ada angsa, ada bangau, ada ayam”. Hehehe... Setelah Masuk ke jenjang SMU, 1,5 tahun masih bersekolah di Belitung, namun pertengahan kelas 2 SMU, orang tuaku memutuskan mutasi ke Palembang. Kami sekeluarga pun pindah. Dengan berat hati ku terima keputusan orangtua setelah 10 tahun lebih ku habiskan masa kanak-kanak hingga remaja di pulau damai nan indah ini, mengingat kondisi Belitung saat itu (setelah pecahnya reformasi dan demo di sana-sini, Mei 1998).

Belitung, Ya.. ku simpan kenangan dalam ingatan, ketika menjelang senja aku dan teman-teman sering berjalan-jalan ke pantai sembari bermain sepeda atau dengan kuda besiku, kami menyisiri bibir pantai, terkadang sambil berlarian mengejar bola-bola rumput jarum yang tersapu ditiup angin, atau sembari mengumpulkan kerang. Tak lupa kami pun membawa bekal. Atau ketika setiap hari ahad, Papa dan Mama mengajak serta aku dan kedua adikku menikmati akhir minggu ke Pantai, kami memancing, memanggang ikan, minum es kelapa muda dan membeli hasil laut dari nelayan yang baru merapatkan kapalnya. Ada kepiting, lopster, cumi, kerang, ikan pari dan berbagai jenis ikan laut. Jika teringat masa-masa itu, rasanya rindu sekali. Ingin ku ulang lagi masa kanak-kanak dan remajaku yang indah, bersahabat dan menyatu dengan alam Belitung yang permai. Melly, Yanti, Aci, Fia, mereka ke-empat teman remajaku. Ya Allah, sampaikan salam rinduku pada mereka, semoga Engkau Lindungi dan Memberkahi setiap langkah kami serta pertemukanlah kembali kami di surga-Mu. Amiin..