Sunday, February 08, 2009

Usah Kau Simpan Lara Sendiri

Jika kehidupan akan berakhir pada sebuah kematian, maka apa yang kita persiapkan sebagai bekal menyambut gerbang kematian?
Jika kau mencintai dan terluka karenanya, jangan kau dekap erat sang duka. Usah kau simpan lara sendiri.

Kehidupan manusia, tidak terlepas dari dunia romantisme. Sebuah anugerah dari Sang Maha Pemberi Cinta. Sebuah dunia yang berisi tentang bahasa perasaan. Sebuah gejolak rasa yang tumbuh dari dalam hati karena hadirnya sebentuk wujud keindahan. Sebuah fithrah yang hadir karena sebentuk kejujuran, sebuah fithrah yang lahir karena hati yang mendamba belahan jiwa. Adalah manusiawi jika manusia mencintai, adalah manusiawi jika manusia mengagumi. Adalah manusiawi jika manusia menyimpan asa, cita, dan harap kepada yang dicintai. Bila getar-getar itu datang, maka siapa yang bisa menghindari? Siapa yang mampu menolaknya?. Cinta bisa membersihkan akal dan nurani, menjadi cerdas dan baik karenanya. Namun cinta pun bisa membutakan hati. Merusak tatanan cinta kepada Ilahy yang dengan susah payah dibangunnya. Ibarat menghancurkan sebuah bangunan yang telah berdiri kokoh. Tinggal kita yang memilihnya. Akan kemana arah cinta yang telah di anugerahkan Sang Kholik kita bawa?.

Epilog
Melewati dinginnya malam, seorang lelaki muda berwajah tirus terus
berjalan di tengah kabut dan angin yang berhembus kencang. Malam terus bias ditelan gelap. Dingin menusuk hingga ke tulang. Ia sendiri. Mengitari jalan setapak di pinggiran danau. Kemudian duduk di sebuah kursi tua yang terbuat dari kayu pualam. Terdiam membisu tertimpa butiran salju. Bibir bergetar. Tubuh gemetar. Hingga terlelap di tengah sunyinya malam.

Cuaca tak bersahabat menemani. Salju turun perlahan mengubah bibir malam yang mulanya indah ditemani rembulan yang cahayanya terpantul di tengah danau. Bayang – bayang rumput jarum turut bergerak perlahan di tengah riak gelombang danau yang tertimpa butiran salju. Lelaki itu terus melangkah lagi. Tak tentu arah. Galau jiwa yang menerpa sejak terdengar detik kematian kekasih.

Jauh disana, di seberang lautan, belahan jiwa telah menutup mata tuk selamanya. Berpulang dengan bibir mengulas senyum terindah. Hati bergetar. Kala malaikat pencabut nyawa yang memisah terasa turut mengalir di aliran darah. Dari dua tangan yang terpisah karena kehendak langit. Alam yang telah berbeda.

Ia tak bisa menebak kehendak langit. Mencoba terus membuka mata dan hati untuk ikhlas melepas. Melupakan semua kenangan yang tersimpan dalam langit-langit jiwa. Melupakan segala duka. Mencoba bangkit dan melangkah lagi. Mengulur jemari untuk berbagi galau hati. Namun ia tak jua menemukan muaranya. Detik demi detik berlalu. Terpisah dua nyawa saling mencinta. Tertinggal sepenggal kisah dan kenangan. Malam semakin larut, salju turun semakin deras. Tuhan melihat. Malaikat melihat. Lelaki muda itu tersungkur, jatuh, menghela nafas terakhir, kemudian tak bangkit lagi tuk selamanya.

Kelahiran, kehidupan, kematian, adalah misteri yang setiap makhluk tak kan pernah mengetahuinya. Karena semua itu “Rahasia Langit”. Kematian, meninggalkan memoar sejarah kehidupan. Tak jarang ia meninggalkan duka dan kenangan tak terlupa. Maka, bekal apa yang kita persiapkan untuk menyambutnya?


"Lelaki Di Balik Lukisan Hujan 2"
Give your heart to Allah