Tuesday, August 25, 2009

Memupuk Keikhlasan 2


..Aku meninggalkan ciuman di kening & pipinya ketika matahari pun masih enggan terjaga..dan dia mencariku hingga ke balik batas asa dg langkah kaki kecilnya saat mentari menatapnya haru..(catatan seorang ayah kepada putri kecilnya..)


Kakak.. ketika ku baca statusmu, atas kalimat-kalimat yang tertoreh, ku rasakan gerimis membasuh peluh hatiku. Dan bulir-bulir bening itu mengalir lembut di kedua pipiku. Semoga semua ini mengandung hikmah dan kita bisa memperbaiki semua lebih dari seperti dulu. Amiin..Epilog..

"Yang Terserak di Pelataran Malam"

Ku biarkan semua mengalir dari mulut "Sang Waktu" yang membius kekakuan, memecah kebekuan yang selama ini menganga di antara ia dan aku. Hening tersimpan semua beban, namun syukurku tak henti-henti ku haturkan ketika semua itu berlalu dan usai bagai tanah kerontang di sapu hujan.


"Manusia tempatnya khilaf dan salah.."

Ya.. begitulah, ku coba terus melangkah di bawah kuasa-NYA. Coba terus lepaskan memori-memori usang itu. karena disana tersimpan sejuta salah dan khilafku padanya, dan salah dan khilafnya padaku. Kami.. bagaikan manusia yang tak pernah saling mengenal sebelumnya. Kaku. Dan seketika ku hendak mengklarifikasi semuanya, BLAR..!! Bagai kapal di hantam ombak, aku tenggelam dalam biasnya. Bias yang sebenarnya ia buat sendiri.


"Pakaian Rombeng Itu"Dahulu IA memberi sebuah pakaian yang indah pada seorang lelaki dan keluarganya. Pakaian itu nampak berkilau saking indah dan sucinya. Namun tak berselang waktu berlalu, warna pakaian itu mulai memudar dan makin lama makin tampak warna aslinya yang suram dan buruk, bahkan bahan-bahannya pun ternyata tak sebagus yang di lihat. Pakaian itu makin lama makin kusam. Layaknya sebuah pakaian yang sudah tak layak pakai, bolong disana - sini, di perbaiki juga sepertinya tak bisa dipakai lagi, mirip pakaian-pakaian rombeng yang datang dari negeri antah berantah. Maka akhirnya pakaian itu hanya layak disimpan di kardus atau gudang, tak terpakai. Atau jika mau dimanfaatkan kembali ia hanya bisa dijadikan kain lap, membasuh atau membersihkan bagian-bagian kotor di dapur. Kemudian akhirnya pakaian itu hanya layak untuk dibuang. Ya.. kemudian aku sendiri yang membuangnya. Membuangnya perlahan, tetap dengan kelembutan. Karena ia sendiri yang meminta untuk dibuang. Meski rangkulan tanganku tak disambut baik bahkan dipentalkan olehnya. Sungguh.. aku kasihan padanya dan keluarganya. Sebenarnya mereka membutuhkan kami, tapi mereka tak membuka diri. Ya sudah.. cukup. Dayaku sudah tumpah semua. Energiku banyak terkuras untuknya. Dan kini aku tak mau repot-repot lagi hanya untuk sebuah kata "MEMAAFKAN', meski jauh di dasar lubuk hatiku, aku telah memaafkan.


Wallahu a'lam bishshowwab..


Ramadhan.. terima kasih telah menjemput jiwaku kembali. Ya Allah.. jadikanlah ramadhan ini ramadhan terbaik dan terindah dari ramadhan sebelumnya. Semangat sambut jernihnya ramadhan dalam telaga cinta-NYA. Amiin..