Wednesday, November 12, 2008

Titik. Tak Ada Koma.










Sujudku (8)

Wanita shalihah melukis kekuatan lewat masalahnya
Tersenyum saat tertekan
Tertawa saat hati menangis
Memberkati di saat terhina
Mempesona karena memaafkan
Mengasihi tanpa pamrih
Bertambah kuat dalam do’a dan pengharapan

Untuk setiap wanita cantik kepunyaan Allah
Biar peluh dan lelahmu menjadi pahala penebus surga
Menjadi energi penguat jiwa
Dalam merenda hidup yang lebih bermakna

Amiin...

Saudaraku, setiap kejadian pasti membawa hikmah. Kali ini saya akan memberikan pengalaman baru yang amat berharga. InsyaAllah... Tak ada yang tidak mungkin di dunia ini, dan Allah mengetahui segala sesuatunya. Bahkan ketika sehelai daun gugur pun Allah mengetahuinya, seekor semut hitam berjalan di bebatuan hitam pun Allah mengetahuinya. Tak ada yang tak Allah ketahui.

Sebenarnya, saya bukanlah orang yang mudah marah, bukan juga orang yang sulit memaafkan, jika marah saya lebih memilih untuk diam dan meminta maaf kepada orang yang membuat saya marah. Tapi sebuah kejadian yang saya alami cukup memberi jutaan ilmu, hikmah dan pengalaman. Kejadian ini menjadi puncak dari semua amarah, kekesalan, sebal, dan ketidak sukaan saya yang sekian lama tersimpan akibat ketidak syar’ian prilaku-prilaku manusia dalam sebuah sisi roda kehidupan.

Hidup itu ibarat roda yang sedang berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Terkadang kita bertemu tanjakkan, kadang bertemu turunan. Tak jarang pula kita bertemu batu-batu besar di jalanan yang mutlak harus kita lewati karena tak ada pilihan jalan lain. Atau suatu hari kita pun melewati jalan licin bebas hambatan ibarat sebuah jalan tol. Itulah kehidupan. Dan saat ini Allah hendak mengajarkan saya, anda, kita semua untuk lebih jauh memaknai perjuangan dan ujian dalam mengarungi samudera kehidupan. Hingga akhirnya saya menyimpulkan sebagian dari hikmah kejadian ini, bahwa “Dunia terlalu fana dan melenakan untuk mengurusi hal-hal yang tak penting dan sepele. Hanya menghabiskan energi untuk hal-hal yang tak jelas dan hanya memberi mudhorat saja”. Masih banyak hal-hal bermanfaat lain yang bisa dilakukan, diselesaikan dengan sebaik-baiknya dari pada sibuk mengurusi urusan orang lain yang tak ada kaitannya dengan kita. Intinya, kerjakanlah sesuatu yang pasti-pasti saja dan memberi kebermanfaatan bagi kita, bukan menjadikan suatu kesia-siaan.

Disana, ada banyak orang menanti uluran tangan untuk kita bantu menyelesaikan permasalahan hidup meski cukup hanya menjadi pendengar setia yang bisa meringankan beban mereka. Disana ada banyak orang menanti uluran tangan kita untuk kita cerahkan hatinya dengan kalam dan ilmu.

Bukankah hidup itu layaknya sebuah sekolah, atau kampus bernama universitas kehidupan yang tak kan habis-habisnya kita jalani hingga ajal menjelang?!. Bukankah dalam sekolah kita akan menghadapi ujian-ujian?!. Lepas dari satu ujian Allah memberi kita ujian yang lain. Lulus ujian yang satu, Allah beri ujian yang lebih berat. Tidak lulus ujian yang satu, Allah beri ujian yang lebih ringan. Begitu seterusnya. Tidak lain karena Allah ingin kita lulus hingga kelas terakhir dan menerima raport “kehidupan” dengan hasil yang memuaskan jika kita bisa menghadapi ujian dengan baik, atau sebaliknya. Tinggal kita sendiri yang memilihnya. Mau hasilnya baik atau tidak.

Bukankah dalam hidup kita sedang menuliskan sejarah kita sendiri?!. Bukankah kita akan menuai apa yang telah kita lakukan?!. Kelak di yaumil akhir, ketika mata, tangan, kaki, lidah tak bisa lagi berkelit dari ketetapan Allah, kelak ketika catatan amal-amal kita dibacakan di pengadilan akhirat. Di saat itulah kita tak bisa lagi mengelak. Maka, selama nafas masih ada, selama ruh masih di dalam jasad, hanya taubat, penyesalan dan ikhtiar perbaikan diri yang seharusnya kita lakukan. Saat melakukan kesalahan, ingatlah bahwa Allah yang tak pernah tidur mengetahuinya. Tak ada yang bisa lepas dari pengawasan Allah meski hanya gugurnya sehelai daun. Bagi saya, cukuplah kesalahan yang saya lakukan menyebabkan diri dan memeras air mata untuk bertaubat.

Hidup ibarat menulis. Kita menulis apa saja dari tiap-tiap detik yang kita lalui. Kita menulisnya di sebuah buku kehidupan yang menyimpan rahasia kehidupan kita sendiri. Kita menulis setiap hari dengan kalimat-kalimat yang terangkai dari perilaku dan perbuatan kita sendiri. Setiap kata yang kita tulis terangkai menjadi kalimat-kalimat. Setiap kalimat yang kita tulis terangkai menjadi paragraph. Tiap paragraph yang kita tulis terangkai menjadi kumpulan paragraph, dan tiap kumpulan paragraph yang kita tulis terangkai menjadi sebuah cerita. Cerita kehidupan kita sendiri yang setiap hari akan menjadi sejarah di sebuah buku “pertanggungjawaban” selama kita hidup di dunia.

Dalam menulis, tanda titik menandakan berakhirnya sebuah kalimat. Dan kali ini sudah cukup bagi saya untuk terlibat terlalu jauh dalam permasalahan sepele yang tak penting. Titik. Tak ada koma lagi. Cerita ini selesai. Air yang keruh membutuhkan waktu untuk dijernihkan. Maka, jangan sampai terpancing lagi di air yang keruh. Selalu ada hikmah dibalik semua kejadian. Cukuplah kesalahan saya menjadi jalan untuk menghisab diri sendiri. Allah berfirman bahwa dibalik kesulitan pasti akan ada kemudahan. Alhamdulillah.. satu permasalahan selesai sudah dan semuanya mengandung hikmah. Akhirnya saya sampaikan... Titik. Tak ada koma lagi.

Kepada Sang Penggenggam Jiwa,
Hamba serahkan sepenuh hidupku pada-Mu hingga Syahid menjemput nyawaku.


Refleksi Tarbiyahku

"Ketika terlalu jauh tenggelam di air yang keruh"

Ya Allah, limpahkanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat dan pemahaman sehingga dapat mendekatkan diri kami kepada-Mu. Amin.

No comments: