Tuesday, August 17, 2010

Catatan "Kelam" Kemerdekaan, PR Besar Kita Semua

by Fithri Ariani on Tuesday, August 17, 2010 at 3:51am

Terkadang, saya suka senyum sendiri melihat kondisi bangsa ini. Tentu saja senyum saya senyum sejuta makna (jiaaah..). Senyum itu menyimpan pesannya sendiri. Ada setumpuk rasa jauh di dasar hati. Miris, lucu, bercampur dengan kekecewaan, sedikit kekesalan, kebingungan, ditambah sebuncah harapan. Itulah makna senyum saya.

Bondan, "Ya Sudahlah.."

Melihat kondisi bangsa ini, terus terang saya sedih. Namun kesedihan yang saya rasakan bukanlah beban yang harus dikeluhkan terus menerus. Karena tentunya mengeluh tidak akan ada gunanya, tak menyelesaikan masalah bahkan terkadang makin memperunyam masalah. Contohnya, ketika kasus penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir oleh pihak kepolisian yang agak kurang manusiawi, saya dan Papa sempet "ribut-ribut kecil" hanya karena Papa kecewa dengan pemerintahan President SBY yang notabene terpilih lagi karena dukungan Partai yang saya ikuti. "Ini karena partainya kamu milih SBY lagi, kalau ngga kan ga ada yang namanya rekayasa ancaman tembakan ke SBY itu, kasihan itu Ust. Ba'asyir. Udah tua, difitnah, bulan puasa ditangkep dengan cara tidak manusiawi lagi", ujar Papa waktu itu. Bukan itu saja, Papa sempat mengkritik para pejabat dari Partai yang saya ikuti. "Giliran udah terpilih jadi pejabat, hilang suaranya". Saya sampe istighfar mendengar kalimat demi kalimat kekecewaan yang mengalir dari lisan Papa. Astaghfirullah.. Saya coba jelaskan sedikit kerja-kerja yang telah ikhwah lakukan di parlement dan pemerintahan, tapi percuma saja. Yang namanya orang lagi marah bin kesal, ya.. agak susah diajak bicara. Dari pada ribut-ribut ga jelas juntrungannya, akhirnya saya mengalah saja, hitung-hitung menghindari dosa dan mengalahkan syetan yang mungkin waktu itu sudah naik tanduknya memanas-manasi keadaan. Pas sekarang kita juga lagi puasa. Ya sudahlah.. *Bondan Mode on*.

Fia, SBY, dan Gedung MPR/DPR
Kemarin saya menonton berita di TV. Sekelompok mahasiswa yang diwakili oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) UI berdemo di depan gedung MPR/DPR ketika President SBY membacakan Pidato pada Penyampaian Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 beserta Nota Keuangannya di Depan Rapat Paripurna DPR RI. Fia, nama mahasiswa tersebut menampilkan pemandangan yang cukup dramatis, dihiasi pemandangan lain disekelilingnya, segerombol polisi yang sibuk membujuknya dan mahasiswa lain untuk membubarkan diri. Ia bersikeras ingin tetap duduk di jalan dan menyampaikan aspirasinya. "Saya cuma ingin menyampaikan aspirasi saya kepada pemerintah, seharusnya pemerintah lebih memperhatikan rakyat, biaya pendidikan semakin mahal, etc..". Begitu kurang lebih kalimat yang ia sampaikan. Yang lebih dramatis lagi ketika Polwan membujuknya untuk pindah dari posisi duduknya yang mengganggu lalu lintas. Saat itu ia berkata pada ibu-ibu Polwan yang membujuknya, "Seharusnya anda mendukung saya, saya menyampaikan aspirasi untuk anda juga, apa gaji anda cukup untuk kebutuhan sebulan?". Begitu kurang lebih ia menyampaikan aspirasinya dilanjutkan dengan adegan tangis sembari berpindah duduk ke pinggir jalan. Kemudian Ia menyemangati teman-temannya yang lain agar tetap bersemangat menyampaikan aspirasi mereka. Saya acungkan jempol untukmu Fia, Lanjutkan perjuanganmu. Tapi lain kali jangan tanggung-tanggung, buat atraksi yang lebih menarik di tengah jalan atau naik ke atap gedung MPR/DPR, kaya artis senior Pong Hardjatmo. *Ups, maaf-maaf.. jangan diambil hati ya.. saya cuma bercanda*.

Bagaimana dengan Pidato Pak SBY di dalam gedung MPR/DPR sendiri?. "Bagaikan melayang di atas langit", begitu kata salah satu nara sumber yang diwawancarai salah satu TV Nasional di negeri ini. Banyak kalangan yang kecewa dengan pidato SBY itu, termasuk saya. Karena kondisi di lapangan tidaklah sama dengan gambaran isi pidato yang Presiden sampaikan. Padahal sebenarnya jikalau President mau mengungkap sedikit permasalahan rakyat sesuai realitanya pada pidatonya dan memberikan gambaran solutif, pasti akan lebih berkelas dan menaikan pamornya kembali. *Sayang sekali pak, pidato anda kurang membumi.*

Teroris Baru!. Tabung-tabung yang Malang
Di tengah kondisi carut-marutnya bangsa ini, rakyat kecil semakin melarat. Harga sembako naik, pengangguran dimana-mana, angka kriminalitas terus bertambah, sedangkan kesejahteraan bagai partikel-partikel yang mengawang tinggi yang tak jua mampu diraih. Yang kaya tambah kaya, yang kaya jatuh miskin, sedangkan yang miskin jarang ada yang tambah kaya. Ada istilah baru yang kian ngetrend belakangan ini. Teroris model baru, yaitu tabung gas LPG yang sering meledak sampai memakan korban jiwa. Sekedar guyon ringan, mengutip pidatonya Megawati, "Pas udah meledak, baru sosialisasi cara pemasangan gas LPG, gimana sih?". Tentu saja omongan bu Mega ini ada benarnya, walau pun kadang pidato-pidatonya lucu menurut saya. Kemudian bagaimana rakyat kecil menanggapinya, "Mendingan pake minyak tanah dari pada harus jadi korban". Kata anak gaul di ibukota, "Hari gene.. masih pake minyak tanaah?!". Bagai kembali ke masa purba. *Lebay*. Hm.. PR lagi, ada yang mau ngasih solusi? P E R T A M I N AAA.. Selamat bekerja!!!.

Fenomena Keong Racun dan Ariel-Luna-Cut Tari
Terus terang, terkadang saya juga meringis melihat kondisi generasi muda bangsa saat ini. Narkoba, dugem, miras, free sex, senioritas, gaya hidup kebarat-baratan, konsumeris, dan rentetan pergaulan bebas lainnya. Beginilah gambaran global kondisi generasi muda bangsa kita. Sepertinya, ga keren kalau ga dugem, ga gaul kalau ga mengikuti gaya hidup barat, ga dewasa kalau ga pacaran, dan sederet kata ga' inilah - ga' itulah lainnya. Ditambah lagi dengan sinetron-sinetron yang kurang mendidik, menambah sederet contoh-contoh tidak baik yang menggambarkan moralitas bangsa.

Mungkin kalau membaca tulisan sebelumnya tentang Fia dan BEM UI sebagian kita akan merasa bangga menjadi generasi muda bangsa karena masih ada generasi muda yang berani menampilkan sesuatu yang berbeda dan mewakili rakyat. Sebagian lagi mungkin acuh tak acuh, sedangkan sisanya mungkin malah benci dengan aktifis mahasiswa. Keong Racun, ibarat gambaran kondisi generasi muda saat ini. Coba simak sendiri liriknya yang agak glamour dan kurang mendidik, menurut saya. Bukan hanya Keong Racun, hampir semua lagu dewasa, entah itu beraliran pop, rock, slow, jazz, sampe dangdut yang muatannya kebanyakan tentang cinta muda-mudi, patah hati, dan lagu-lagu yang menggambarkan keputusasaan lainnya, kebanyakan tidak mendidik dan malah melalaikan generasi muda. Tapi tidak semuanya loh!, sekali lagi saya sampaikan tidak semuanya.

Lain lagi dengan salah satu program Televisi Nasional Jhon Pantau. Mereka (kru Jhon Pantau) mengemas kritik mendidik dalam bentuk yang lebih elegan. Minggu ke dua bulan Agustus, acara ini mengangkat tema lagu-lagu yang memberikan pengaruh (entah itu positif atau malah negatif) yang sedang in di masyarakat. Keong Racun salah satunya. Saking nge-boomingnya lagu ini, tidak sedikit anak-anak yang notabene masih di bawah umur ikut menyukai dan menyanyikan lagu ini. Kalau sekarang mah, bukan cuma lagu Keong Racun aja yang suka dinyanyikan anak-anak. Lagu-lagu dewasa lainnya juga yang sedang populer sering dinyanyikan anak-anak Indonesia. Lagu-lagu dewasa lebih populer di telinga anak-anak Indonesia jaman sekarang ketimbang lagu-lagu anak-anaknya sendiri. Padahal belum tentu anak-anak itu mengerti apa yang mereka nyanyikan. "Laah.. kok bisa begitu ya..?!", ya.. karena pemberitaannya yang gencar dan tenggelamnya lagu anak-anak. *Berenang kemana ya lagu anak-anak sampai hanyut dan hilang?*. Sekarang timbul pertanyaan, Bagaimana dengan efek negatif lagu-lagu tersebut bagi anak-anak?. Ya jelas ada. Anak-anak kehilangan masa kanak-kanaknya karena terlalu sering mengkonsumsi informasi yang bukan untuk usianya atau lagu-lagu dewasa. Secara tidak langsung mereka dipaksa untuk lebih cepat matang/dewasa dibandingkan umurnya. Akibatnya, mereka terbiasa membahasakan jiwa mereka (emosi mereka) dengan gaya orang dewasa. Ujung-ujungnya mirip-mirip sinetron. Berteman milih-milih yang keren, gaul, tajir, etc. Lalu lahirlah anak-anak yang matang sebelum waktunya alias pubertas dini.

Lain lagi cerita yang satu ini, sebenarnya agak jijik saya mengangkat tema mereka. Para artis yang ditonton, dilihat, dibanggakan, bahkan mungkin dicontoh oleh segelintir generasi muda karena karya-karyanya yang dinilai bagus.Tergelincir dalam lubang kelam yang mengerikan. hii.. Na'udzubillah.. Pemberitaannya menghebohkan bangsa ini, saking hebohnya kasus-kasus lainnya seperti Skandal Century, Rekening Gendut Kepolisian, dan kasus-kasus lainnya bagaikan turut tenggelam seperti lagu anak-anak tadi. *Air mengalir sampai jaauuh.. akhirnya ke lauut*. Ngga nyambung mode on, silahkan artikan sendiri supaya nyambung.

Ribut-ribut Penangkapan Tiga Anggota DKP
Ini salah satu cerita heboh di jelang hari kemerdekaan kita. Tak perlu saya jelaskan jalan ceritanya karena pihak Indonesia baru akan membentuk tim Independen untuk menyelidiki kasus ini. Tapi, dari gambaran umum pemberitaan yang ada, jelas-jelas nelayan Malay itu melanggar batas teritorial. Memang masalah batas teritorial perairan Indonesia - Malaysia ini adalah masalah classic. Pemerintah seharusnya segera mengambil tindakkan tegas kepada Malaysia dan bekerja keras guna memperjelas batas teritorial perairan Indonesia ini agar masalah serupa tidak terulang kembali. Entah sudah berapa kali masalah serupa terjadi, mulai dari yang sederhana sampai lepasnya satu per satu pulau-pulau di Indonesia yang diclaim bangsa Malay sebagai bagian negaranya. Lucu!. Anehnya, dalam wawancara yang saya lihat di TV, dua nelayan yang diwawancarai itu mengaku alat dektektor (entah seperti apa bentuknya) disadap anggota DKP sehingga mereka ibarat dijebak di perairan Indonesia yang saat itu menurut mereka dektektor mereka menunjukkan bahwa mereka berada di perairan Malaysia. Tuduhan yang sadis. Sudah!, saya tidak mau pajang lebar membicarakan si "Malay" ini. Takutnya isi tulisan saya berubah menjadi kecaman, cacian, dan perkataan-perkataan jelek lainnya menyangkut Malay. Bangsa kita sudah banyak disakiti Malay. Kasus demi kasus bergulir terus, mulai dari permasalahan TKI, klaim terhadap hasil bumi dan kebudayaan Indonesia yang diakui mereka sebagai milik mereka, dan lain sebagainya. Intinya, Bangsa Indonesia harus membela kedaulatannya dan membawa permasalahan ini benar-benar ke jalur hukum, menurut saya. Karena memang sudah jelas Malay telah menginjak harkat martabat Bangsa Indonesia dengan penangkapan tiga orang anggota DKP dengan cara "kurang" manusiawi. *Tembak-tembak ga jelas, kayak baru belajar nembak. Cak ketako'an.*

Cerita "Lucu" Tentang Ikan
Satu lagi, sebenarnya ini hanya guyonan saya saja karena hal ini cukup menggelitik benak saya. Persengketaan masalah batas teritorial ini sebenarnya amat penting bagi bangsa kita. Karena batas teritorial inilah yang menggambarkan kedaulatan Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dan utuh yang memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah. Namun, coba sejenak gunakan mata hati anda untuk hal ini. Ikan yang ada di laut berenang bebas kemana pun mereka mau. Dalam waktu satu detik saja mereka bisa berada di perairan Indonesia atau juga perairan Malay. Lantas ikan-ikan tersebut bisakah kita klaim sebagai ikan perairan Indonesia atau ikan perairan Malaysia, jikalau dalam waktu sekian detik tersebut mereka juga bisa berpindah ke perairan negara lain selain Indonesia dan Malaysia, Singapura misalnya. Ikan yang lahir di perairan Indonesia atau Malaysia, bisakah kita indentifikasi sebagai ikan/kekayaan salah satu bangsa jika setelah dewasa mereka berhijrah (berenang) ke perairan negara tetangganya?, saya rasa tidak. Lantas, timbul pertanyaan baru. Bagaimana cara mengenali ikan perairan Indonesia dengan ikan perairan negara lain? Bagai mana caranya agar nelayan Indonesia mau pun Malaysia tidak salah menangkap ikan?. Sempat terfikirkan, buat pagar kawat kasa yang tipis dengan ukuran diameter jaring yang sangat kecil dari dasar laut sampai tingginya kurang lebih dua meter ke permukaan air laut yang mengelilingi batas teritorial di seluruh perairan Indonesia agar tidak ada bangsa lain yang bisa mencuri ikan dan sumber daya laut Indonesia atau dengan seenaknya mengklaim bahwa mereka berada di perairan mereka. *Ide konyol, jangan diikuti*

Akhirnya..

Hari ini, tepat di hari kemerdekaan RI yang ke 65, di hari Ramadhan yang ke - 7, di tengah carut marutnya kondisi Bangsa Indonesia, kita tetap berharap bahwa suatu saat nanti kondisi bangsa ini akan semakin membaik di berbagai bidang. Tak ada lagi rakyat yang kelaparan, tak ada lagi diskriminasi sosial, tak ada lagi perang saudara, tak ada lagi kolonialisme ekonomi. Rakyat makmur dan sejahtera. Maju dan beradab. Cerdas dan sholih/ah. Bangsa yang madanilah tujuannya. Tentu saja semua menjadi PR B E S A R kita semua. Mari bekerja memperbaiki diri, memperbaiki kinerja, memperbaiki fasilitas, memperbaiki lingkungan sekitar kita dari yang terkecil. Hingga bangsa ini menjadi JAYA dan bermartabat di dalam mau pun internasional. Semoga Hari Kemerdekaan yang bertepatan dengan bulan Ramadhan ini mendatangkan banyak kebaikan dan keberkahan bagi Bangsa ini. Bangkitlah Indonesiaku, Harapan itu Masih Ada. ALLAHU AKBAR..!!!

Wallahu a'lam bishshawwab


Fithri Ariani, 17 Agustus 2010 (07 Ramadhan 1431 H)
Catatan "Kelam" Kemerdekaan, PR Besar Kita Semua

No comments: