Saturday, July 09, 2011

Makna Sebuah Ketulusan

Tak terasa, sebentar lagi usiaku genap 28 tahun. Sebagian orang mengatakan, angka ini adalah angka yang tak lagi muda. Namun bagiku, berapa pun angka yang terlalui, itu hanyalah bilangan angka semata. Yang terpenting adalah bagaimana kualitas iman ini terus bertambah. Ya.. bagiku ketika bilangan-bilangan itu terus bertambah, artinya waktu untuk menanti pertemuan terindah dengan Sang Pencipta semakin dekat.

Sebagian orang terkadang suka bercanda dengan mengatakan usia ini adalah usia yang matang, bahkan hampir mutung. Aku, terkadang hanya bisa tersenyum dengan candaan-candaan mereka. Ada-ada saja teman-teman mengingatkan usia padaku, hehe. Terima kasih. Namun, bukankah, dunia ini fana sobat?!, dunia ini hanya tempat senda gurau semata. Lantas kemudian, Allah menegaskan, bahwa hanya orang-orang yang beriman-lah yang akan selamat. Maka, ketika bilangan angka bertambah, berarti usiaku semakin berkurang. Iman inilah yang harus terus diperkuat dan aku harus semakin mempersiapkan diri untuk hari itu. Hari dimana ruh ini terpisah dari jasad.

Ngomong-ngomong tentang bercanda, dari sebuah peristiwa yang penuh pembelajaran, saya kembali diingatkan, berhati-hatilah dalam bercanda dan jangan berlebih-lebihan. Allah telah mengingatkan bahwa dunia ini adalah sekedar tempat senda gurau semata. Yang akan selamat hanya orang-orang yang beriman, yaitu orang yang ketika bercanda tidak berlebih-lebihan. Bercanda boleh-boleh saja kawan, asal tidak berlebih-lebihan hingga merugikan atau menyakiti orang-orang di sekeliling kita. Yup, bener banget.

Saat ini, yang paling penting dalam hidupku adalah diriku sendiri. Bagaimana aku membangun hidupku kembali. Memulainya menjadi lebih baik lagi, meski bagai dimulai dari nol lagi (mirip-mirip iklan Pertamina, dimulai dari nol ya Pak/Bu, hehe). Ya.. pekerjaanku telah terkorban sebanyak tiga kali. Tersenyum miris jika mengenang semua. Namun, tak ada pilihan selain sabar dan ikhlas. InsyaAllah.. Allah akan menggantinya dengan yang jauh lebih baik, halal, dan berkah. Walau pun, jatuh bangun memperjuangkan dan mempertahankan semuanya. Hiks hiks.. (mengasihani diri sendiri). Pekerjaan adalah bagian dari kehidupan. Disana kita mengaplikasikan ilmu, amal, dan mengais rezeki yang halal. Ilmu, amal, dan rezeki yang halal, adalah tiga hal yang tak bisa dipisahkan. Mereka bersatu dalam satu konsep, yaitu ibadah kepada Allah. Maka, ketika ilmu, amal dan rezeki yang halal kita jadikan bagian dari ibadah, semua akan menjadi berkah. Berkah, ya.. kata inilah yang selalu ku incar dimana pun aku bekerja. Berkah itu berati.. ketenangan, kenyamanan, kebahagiaan, dan rasa cukup dengan apa yang ada. Semoga pekerjaan yang ke empat ini baik dan berkah dari yang sebelum-sebelumnya dan semoga di tempat yang baru, tak ada lagi gangguan. Allahumma Aamiin..

Aku, tak lagi peduli bagaimana orang-orang yang mendengki dan tidak menyukai menilai atau menjudgeku dengan ucapan-ucapan miring. Termasuk manusia sekaliber "pembimbing" sekali pun, atau orang-orang yang dianggap ahli ilmu agama di dunia, namun miskin empati dan tidak peka serta suka menjudge orang lain dengan perkataan-perkataan negatif tanpa tahu permasalahan yang sebenarnya. Bagiku, mereka adalah orang-orang yang miskin empati dan tidak peka, yang tidak bisa menempatkan posisi di pihak orang lain yang terkena musibah. Aku belajar dari mereka, agar tidak menjadi seperti mereka.

Apakah anda berharap orang lain akan memahami anda?, Mengerti kondisi anda?, sekali lagi tidak. Orang lain hanya bisa berkomentar, berprasangka, berargumen terhadap permasalahan yang anda alami. Mereka tidak akan pernah bisa menyelami isi hati anda karena mereka tidak mengalami dan menjalani apa yang anda alami. Oleh karena itu fahami saja mereka. Dengan begitu engkau menjadi lebih kuat dibanding mereka. Hadapi dan nikmatilah ujian hidup anda. Karena Allah sudah mengukur batas kekuatan anda. (Fithri Ariani, Menasihati Diri Sendiri, Februari 2011)

Saat ini aku hanya ingin terus memperbaiki diri sepenuhnya untuk mempersiapkan diri menjelang perjumpaan dengan Sang Pencipta. Umur, selain Allah, siapa yang tahu. Maka ketika bilangan usia ini bertambah, bagiku waktu untuk berjumpa dengan Allah semakin dekat.

Usia adalah milik Allah semata, dan sejak dulu aku sudah belajar mempersiapkan diri dengan semua kemungkinan terburuk yang terjadi. Tragis atau miris sekali pun setiap kisah yang dilalui, setip kita harus siap karena Allah memberi takdir yang sudah terukur dan tertulis. Allah tidak memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya. Keluarga, sebuah kata yang sarat makna, dan aku belajar dari pengalaman hidup, jangan sampai aku membuat keluargaku kembali terluka atau sakit karena orang-orang yang pernah melukai dan menyakiti. Karena jika aku sakit, maka keluargaku juga akan turut sakit. Jadi inget waktu Papa jatuh sakit lantaran memikirkan aku dan "masalah". Itu artinya, mulai sekarang aku tidak boleh sakit lagi, agar orang tua dan keluargaku tidak turut sakit. Siip.. siip.. SEMANGAAAT!!!. (Senyum).

Rentang usia 25 - 28 lalu, ku hadapi dengan deras air mata. Berkali-kali aku kehilangan pekerjaan demi sebuah kata yang bersembunyi di balik niat baik. Demi memudahkan suatu niat baik, terkadang kita harus mengorbankan apa yang kita miliki. Dan hanya cinta yang tuluslah yang bisa berkorban, sedangkan cinta dengan pamrih atau karena mengharap sesuatu, tak kan sanggup untuk berkorban, meski hanya sekali jarak yang harus ditempuh.

Ya, aku semakin menyadari sebuah makna tentang ketulusan. Jika seseorang tulus terhadapmu, maka ia akan sanggup berkorban dan bertanggung jawab. Apa pun akan ia lakukan demi sebuah ketulusan. Namun sebaliknya, amal yang tidak tulus atau karena mengharapkan sesuatu, ia tak akan pernah mampu berkorban. Maka, makna ketulusan akan berakhir pada sebuah kata, keikhlasan. Ikhlas membimbing, ikhlas menemani disaat senang maupun sulit, dan ikhlas berkorban.

"Luka fisik, akan mudah sembuh. Luka hati, membutuhkan waktu dan meninggalkan dampak-dampak lainnya".

Kalimat ini ku baca saat menonton sebuah film beberapa hari lalu. Di film itu dikisahkan seorang anak yang mengalami trauma masa lalu dan trauma itu hanya sembuh dengan satu kata, yaitu "Ketulusan". Jadi, kesimpulannya adalah beramal dengan tulus dan ikhlas. Sebab dengan amal yang ikhlas, insyaAllah kita akan meraih apa yang kita inginkan. Dan pastinya yang kita inginkan dalam hidup ini bukan harta melimpah, tahta, atau jabatan melainkan pada sebuah kata, keberkahan. Berkah itu berati.. ketenangan, kenyamanan, kebahagiaan, dan rasa cukup dengan apa yang ada.

Wallahua'lam bishshawwab

“Ya Allah, jika Engkau mewafatkan diriku maka ampunilah aku, dan jika Engkau membiarkan diriku hidup maka jagalah aku sebagaimana Engkau menjaga orang-orang yang sholeh. Allahumma Aamiin..” (HR. Bukhari 8/169)

Bumi Mutiara, 09072011

No comments: