Thursday, December 30, 2010

Biarlah Takdir itu Berakhir Indah

Semoga pesan ini bisa menyadarkan dan membangunkan ruhiyah yang telah lama tertidur lelap.

Bismillaahirrohmaanirrohiiim..
Assalamu'alaikum wr wb ya akhi fillah.. Semoga Allah senatiasa melimpahkan rahmatNya. Aamiin..

Allah mempertemukan kita di jalan-Nya, hendak menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang lebih baik. Bukan hanya sebuah kata yang bermakna sepele bernama "Ini sekedar Takdir", tapi lebih mendalam dari itu. Engkau ditakdirkn bertemu denganku, dan aku ditakdirkan bertemu denganmu. Dalam pertemuan-pertemuan itu, Allah hendak menitipkan hikmah kepadaku dan juga kepadamu. Engkau saudara yang pernah Allah takdirkan mengisi jalan hidupku untuk mengajarkan banyak hal, bersamamu aku belajar tentang memaknai dan menghadapi ujian, tentang penjagaan diri dan hati, tentang penjagaan keimanan, tentang memaknai keikhlasan, kesabaran, ketawadhu'an, dan banyak kebaikan lainnya. Walau pun wujud kehadiranmu adalah "ujian", namun Allah tidak pernah bermaksud memberi keburukan. Ya.. tak ada yang hendak Allah sampaikan selain kebaikan, meski aku bagai menjadi korban. Disana kita bertemu karena Allah, dan disana pula kita berpisah karena Allah.


Ia hendak mengajarkan kita tentang kebijaksanaan, keimanan, dan tentang keistiqomahan dalam menapaki jalan taqwa. Seperti menyusun bidang puzzle yang berantakan, lalu menjadikannya gambar yang indah menawan elok dipandang. Seperti mengumpulkan helai daun yang berserakan, lalu menjadikannya pupuk yang mengandung manfaat kembali ke tanah sebagai unsur hara yang menyuburkan. Begitulah Ia takdirkan kita dalam pertemuan dan perpisahan. Semua mengandung kebaikan dan hikmah untuk kita ambil manfaatnya.

Ketika kita membahas makna pertemuan, pastilah setiap insan tidak mengharapkan perpisahan. Ketika dua jiwa bertemu dalam kecocokan, mereka pastilah tidak menginginkan perpisahkan. Ketika kita membahas makna perpisahan, yakinlah dalam perpisahan tidak ada kesia-siaan. Kita bertemu dan berpisah karena Allah. Dahulu, setahun yang lalu, engkau pernah mengatakannya.

Dengan segala kesederhanaanmu, dan dengan segala kesempurnaan dan ketidaksempurnaanmu yang telah Allah ciptakan. Disana.. aku dipertemukan pada sebuah pilihan. Tentang makna keseriusan yang harus diperjuangkan, bagai seorang pejuang yang berjuang di medan laga, medan itu bernama dunia - akhirat. Karena "perkara" kita bukanlah perkara sederhana yang sebatas kata "uji coba", lalu selesai begitu saja ketika uji coba yang kau lakukan seakan gagal karena ternyata aku tak sesempurna inginmu, tak sebaik bayanganmu. Perkara kita adalah perkara dunia - akhirat, perkara yang kelak akan dipertanggungjawabkan di pengadilan tertinggi akhirat. Dimana kita akan bertemu kembali di hadapan Sang Penggenggam Alam Semesta, dan disana kita akan ditanya tentang apa yang pernah menimpa kita. Kau akan ditanya, aku pun demikian. Lalu, adakah hutang yang harus kita lunasi di dunia sebelum kita kelak bertemu kembali di akhirat lalu dipertanyakan semua perkara kita?. Pernahkan hal itu terbesit di hatimu?. Di mata saya, kau tetap saudara terbaik yang pernah Allah hadirkan untuk membawa pelajaran.

Seorang sahabat pernah mengatakan kepadaku dalam testimoninya tentang makna "Keseriusan".
"Jika seseorang itu bersungguh-sungguh dan serius, pasti akan tetap jadi. Apa pun akan ia lakukan, Gunung kan di daki, lautan kan di sebrangi".

Namun ternyata kita menerjemahkan dan mengaplikasikannya dengan sudut pandang yang berbeda. Perbedaan itu seakan tak bermuara karena dinding "kesungkanan" yang kita bangun terlalu tinggi dan seakan tak mampu tuk kita robohkan bersama. Benarkah?, mari telisik hati kita masing-masing. Ada ribuan dan bahkan mungkin milyaran "sungkan" yang tersimpan.

Saudaraku.. apakah kau pernah merasa sedih ketika sesuatu yang telah lama kau perjuangkan tiba-tiba kandas hanya karena kesalahfahaman?. Hingga saat ini aku masih tak bisa memahami dan mengerti seonggok hati yang bernama... Mungkin ilmu tafahumku padamu belumlah mencapai nilai "great" atau "master" sehingga menyabet gelar "cumloude". Kita seperti sepasang mahasiswa yang belajar di kampus yang bernama "Belajar Saling Memahami". Terus menerus.. tiada henti hingga semua berakhir pun kita masih belajar saling memahami. Tapi adakah kau memahami hati yang terlanjur memerih?

Mungkinkah bisa menuntut sebuah kejujuran dan hati yang luka bertubi-tubi?. Luka yang terus menerus tergores tanpa sadar?. Jujur.. ada rasa sedih bercampur syukur memenuhi ruang hati, karena sudah lama aku berjuang menerima apa adanya karunia Allah ini dengan mengenyampingkan keinginanku sendiri. Berusaha untuk menerima apa adanya yang hendak Allah beri dan ikhlas menggapainya sebagai karunia Allah tuk dijaga dan dirawat bersama memulai dari nol. Perih memang.. namun hati sudah tak ingin lagi bersedih. Mungkin inilah yang terbaik bagi kita.

Inilah akhir kisah panjang perkenalan kita. Ingat-ingatlah.. bahwa ini yang pertama bagiku, dan yang kesekian bagimu. Ya.. perjalanan panjang yang melelahkan. Satu setengah tahun sejak Juli 2009 – Desember 2010. Dengan niat ingin menyempurnakan ibadah meraih ridho Allah dan saling membantu menggenapkan setengah dien, serta memudahkan niat orang yang berniat baik. Mungkin, tidak ada akhwat yang kuat untuk bersabar melalui ta’aruf seperti itu. Panjang dan berlarut-larut hanya karena ingin memudahkan dan membantumu mematangkan persiapan. Apa pernah terbesit di hatimu tentang itu?

Alhamdulillaah.. kini semua tinggal cerita yang mungkin kelak akan kau banggakan pada orang lain, seperti kata yang pernah kau ungkapkan dulu ketika aku bertanya mengapa, dan kata "Bangga" itu mengalir begitu saja dari lisanmu seperti larutan asam pekat. Silahkan.. nikmatilah dan berbahagialah dengan kebanggaan itu.

Saudaraku.. semoga Allah mempertemukan kita dalam muhasabah yang sama. Muhasabah yang berisi penyesalan-penyesalan karena ketidaksabaran dan kelemahan iman kita. Muhasabah yang berisi penyesalan karena semua berakhir bak sia-sia, muhasabah yang berisi pemaafan dan pemakluman kondisi ketika semua itu terjadi. Apa kau bisa merasakan apa yang kurasakan ketika semua itu terjadi?, bayangkanlah.. jika ayahmu akhirnya sakit karena menunggu-nunggu janji dari seseorang yang hendak menikahi putrinya yang tak kunjung mengerti bahwa rencana akan hangus dan usang dimakan waktu, ketika waktu hanya bersisa amarah, kesal, dan gregat karena lamban dan santaimu. Atau coba hayati jika kau berada di posisi seorang ayah yang hendak mengamanahkan putrinya kepada seorang laki-laki yang dia harapkan bisa menjalankah amanah menggantikan posisinya sebagai ayah yang menjaga, melindungi, membahagiakan, dan menafkahi?. Lalu kemudian engkau sebagai ayah akhirnya sakit karena menahan sakit sang putri yang tak rela ia lepas pada seorang yang tidak pandai memahami sebuah kondisi?. Ya.. cobalah rasakan apa yang ku rasa ketika ujian itu terjadi. Semoga Allah membuka hatimu. Semoga Allah menghapus amarah, benci, dan sakit hati yang masih tersisa dengan rindu, cinta dan kasih mendalam karena Allah. semoga Allah mengampuniku dan mengampunimu. Aamiin..

No comments: