20.10 wib. Teknos, 12 Mei 2009
Sudah lama mimpi itu terukir, tak pernah aku mengungkapnya. Begitu beratnya membahasakan jiwa dalam ruhani yang kaku. Jika kita menafsirkan kebahaagiaan itu terletak di sudut-sudut cinta. Ku ingin pulang ke tempat yang damai. Dimana disana bertabur cinta yang utuh, bersama mereka. Ketika ku coba lagi mengurai dentingnya, hambar ku dengar sayup-sayup melodi itu. Yang mungkin kini menyapa lagi. Lekuk-lekuk nurani yang hampa, merindukan asa, harap dan cita.
Ah… tak sanggup aku membahasakannya, karena do’a itu tak begitu sesederhana yang ku kira. Hanya Ia yang tau. Perlahan sebait do’a mulai ku sampaikan lewat bisik angin. Perlahan ku ungkap perasaan agar tak jua Ia melepasnya. Rembulan nampak terang setelah rumput-rumput basah karena gerimis. Ya.. danau, lautan, bahkan samudra pun tak jua mampu membahasakannya. Padahal mungkin ia sangatlah sederhana. Aku ingin kembali bahagia.
Kembali ku terpaku. Mencoba menikmati alunan merdu itu. Perlahan ku buka, lalu tutup mata membayangkan padang hijau di kelilingi bunga-bunga indah warna-warni. Layaknya sebuah taman terindah tempat tinggal abadi nanti. Ah.. tersentak ku tersadar. Bahwa mereka tak kan pernah mengerti aku. Dan aku pun tak pernah meminta mereka mengerti diriku.
Selamat tinggal waktu yang tlah binasa. Selamat tinggal asa yang tlah mengawang hilang. Bersama udara ia mengawang terbang. Bersama air ia menguap hilang. Tinggalah aku disini. Sendiri di tempat ini. Dan ketika perlahan kembali kubuka mata. Ku sadari bahwa semua tak seperti yang ku kira. Semua berubah, tak seperti dulu lagi. Terjadi karena goresan tinta. Kehendak Langitkah?.
Langit mendesah, mencoba mengingatkan untuk tak lagi merintih. Pelangi menyapa, memperlihatkan ada banyak warna dunia yang bisa dinikmati keindahannya. Mentari tersenyum, mencoba tuk menguatkan, bahwa masih ada hari-hari yang kan di lalui bersama secercah harapan. Bintang berbisik, bersama rembulan ia berlomba mengajak menari bersama, arungi samudra malam. Sudah… jangan berduka lagi. Karena semua tlah kau lalui. Dan akan ada bahagia menanti. Selesai sudah episode duka. Akhirnya… tersenyumlah bahagia dalam dekap cinta – NYA –
Fithri Ariani, saat semakin ku nikmati “bahagiaku”
Selamat tinggal duka, Selamat Datang Cinta